Sebagian Wilayah Solo Banjir Lagi

Sumber:Kompas - 19 Februari 2009
Kategori:Banjir di Luar Jakarta

Solo, Kompas - Tujuh kelurahan di tiga kecamatan di Kota Solo, Jawa Tengah, kembali dilanda banjir. Penyebabnya adalah aliran balik dari Bengawan Solo yang saat itu meluap akibat curah hujan tinggi di Klaten.

Tujuh kelurahan itu adalah Kelurahan Sangkrah, Semanggi, dan Joyosuran di Kecamatan Pasar Kliwon, Kelurahan Sewu, Jagalan, dan Pucang Sawit, di Kecamatan Jebres, serta Kelurahan Joyotakan di Kecamatan Serengan.

Menurut Kepala Seksi Operasional dan Pemeliharaan Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo Ruhban Ruzziyatno, Rabu (18/2), tinggi muka air Bengawan Solo yang tercatat di Jurug mencapai 8,43 meter (hampir siaga III). Akibat aliran balik, air dari anak-anak sungai tidak bisa mengalir ke Bengawan Solo sehingga melimpas.

”Pintu air yang terhubung ke Bengawan Solo kami tutup agar banjir tidak makin besar. Untuk membuang air di Kali Boro dan Kali Wingko, kami gunakan pompa bergerak karena di sana belum ada pompa otomatis,” katanya.

Sugiyo (57), warga Kampung Kalangan, Kelurahan Jagalan, mengatakan, air Kali Boro di dekat rumahnya mulai meluap dan merendam rumah di sekitarnya, Rabu pukul 02.00. Banjir baru surut Rabu pukul 17.00. ”Di rumah saya, banjir setinggi dada dan membawa banyak sampah,” kata Sugiyo.

Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kota Solo Suharso mengatakan, banjir terparah terjadi di Kelurahan Joyotakan, Pucang Sawit, Sewu, dan Jagalan. Di Joyotakan, pihaknya mengevakuasi beberapa keluarga yang terjebak banjir. ”Kami membuat posko di kecamatan dan kelurahan yang kena banjir,” kata Suharso.

Untuk mengendalikan kerusakan pertanian, Gubernur Jawa Tengah diharapkan memberi insentif bagi petani yang mempertahankan kelestarian lingkungan dan menjaga ekosistem.

Hal itu diutarakan pengamat pertanian dari Fakultas Teknologi Pangan, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Sumardi, Rabu di Semarang.

Menurut Sumardi, pemanasan global telah menimbulkan kerugian bagi pertanian. Banjir dan tanah longsor merupakan bagian dari kerusakan lingkungan.

Di dataran tinggi, banyak petani mengurangi ancaman tanah longsor dengan menerapkan sistem terassering untuk mencegah erosi. Mereka layak memperoleh insentif dari pemerintah. Di pertanian dataran rendah, petani yang menanam pohon di pematang sawah juga perlu insentif.

Pengamat pertanian dari Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Semarang, Gatot Adjie Soetopo, menyatakan, petani yang menjadi pelopor pelestarian lingkungan perlu mendapatkan penghargaan sehingga memotivasi petani lain. (EKI/WHO)



Post Date : 19 Februari 2009