Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan pembangunan sodetan Kali Ciliwung ke Kanal Timur untuk mengurangi dampak banjir dilakukan tahun ini. Target pembangunan sodetan selesai tahun 2014.
Pemerintah siap menggelontorkan dana proyek itu sebesar Rp 500 miliar. Presiden menilai sodetan tersebut mendesak dibuat untuk membagi kapasitas aliran Ciliwung selain ke Kanal Barat juga ke Kanal Timur. Saat banjir besar pekan lalu, hampir semua aliran Ciliwung mengalir ke Kanal Barat, sementara Kanal Timur relatif tidak terisi.
”Kondisi ini tentu tidak menguntungkan. Jika beban aliran dibagi dua, saya yakin dampaknya tidak seperti ini. Kami putuskan proyek sodetan menjadi prioritas pertama untuk dikerjakan,” kata Presiden Yudhoyono, Minggu (20/1), saat jumpa pers di tepi Kali Ciliwung, Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur.
Proyek tersebut bisa selesai sesuai target jika dikerjakan secara sinergi. Keputusan ini diambil melalui kajian awal dan konsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.
Prioritas kedua, kata Presiden, yang dikerjakan tahun ini adalah perbaikan aliran Kali Ciliwung. ”Pekerjaan ini memerlukan kerja sama semua pihak karena menyangkut isu sosial, lingkungan. Di atas segalanya, pemerintah ingin menyelamatkan rakyat,” katanya.
Perbaikan aliran Kali Ciliwung dikerjakan bersama dengan Pemprov DKI. Pusat akan menyediakan anggaran Rp 1,2 triliun untuk pembangunan fisik perbaikan aliran kali yang dikucurkan tahun 2013 dan 2014.
Keputusan mengenai proyek ini diambil setelah Presiden menggelar rapat di dalam tenda di lokasi pengungsian Jalan Otista, Jakarta Timur. Hadir Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Keuangan Agus Martowardojo, dan Gubernur DKI Joko Widodo.
Selain menggelar rapat, Presiden juga berjalan kaki sekitar 500 meter dari Gelanggang Remaja Jakarta Timur, Jalan Otista Raya, ke lokasi banjir di Kampung Kebon Sayur, Jakarta Timur.
Djoko Kirmanto mengatakan, konsep sodetan dilakukan dengan memotong sebagian Kali Ciliwung supaya sebagian aliran airnya masuk ke Kanal Timur. Pemerintah berusaha membangun proyek sodetan itu tanpa perlu pembebasan tanah. Salah satu skenario yang disiapkan adalah menyiapkan pipa di bawah tanah, melewati Jalan Sensus, Jalan Otista III, sampai memotong Jalan Tol Cawang, dan masuk ke Kanal Timur. Menurut rencana, panjang sodetan 2,15 kilometer dengan dua pipa berdiameter 4 meter.
Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Mohammad Hasan mengatakan, dari semua alternatif yang ada, yang paling sedikit melakukan pembebasan lahan adalah membuat saluran di bawah Jalan Otista III.
Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto meminta, pusat dan DKI Jakarta fokus pada pembuatan Waduk Ciawi dan sodetan antara Sungai Ciliwung dan Kanal Timur.
”Hasil pertemuan antara Wapres dan Pemprov DKI Jakarta, UKP4 juga diundang, untuk penanganan banjir dari sisi infrastruktur selain yang telah dan sedang berjalan, mengerucut pada pembuatan Waduk Ciawi dan sodetan,” kata Kuntoro.
Waktu yang tepat
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengatakan, penanggulangan bencana akan efektif jika ada kebijakan yang tepat saat ini. Alasannya, pihak yang biasanya memiliki kepentingan pribadi tidak memiliki banyak pilihan selain bertindak untuk kepentingan masyarakat.
Indonesia memiliki uang dan orang sebagai modal untuk memperbaiki kondisi yang ada. Ketika tidak ada bencana, modal itu tidak banyak digunakan untuk kepentingan publik, tetapi malah dipakai untuk kepentingan pribadi, partai, atau kelompok masing-masing.
”Dibutuhkan pemimpin yang bisa mengarahkan kekuatan ini. Yang terjadi sekarang, setiap kelompok bergerak sendiri langsung ke lapangan. Tetapi, langkah mereka tidak disatukan dan tidak ada perencanaan strategis. Di sinilah perlu peran Presiden,” kata Rhenald.
Nana M Arifjaya, tenaga ahli Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung yang juga dosen Hidrologi Daerah Aliran Sungai pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, mengatakan, dalam dokumen rencana aksi tahun 2007 sudah dicantumkan mengenai program membangun 298 dam penahan dan 66 dam pengendali di aliran Sungai Ciliwung hulu.
Anggaran yang dibutuhkan untuk membuat satu dam penahan sekitar Rp 15 juta, sedangkan dam pengendali berkisar Rp 200 juta-Rp 300 juta per unit. Total anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 25,4 miliar selama 5 tahun berjalan.
Kedua jenis dam itu diestimasi mampu menahan 6,5 juta meter kubik air atau sekitar 21,6 persen dari total volume Ciliwung hulu pada posisi puncak. Selain itu, pembangunan 546.096 sumur resapan dengan 62.893 sumur di antaranya berada di Ciliwung hulu juga diprogramkan. Namun, kata dia, saat ini baru terbangun sekitar 1.000 sumur, yakni 800 sumur di DKI dan 200 sumur di Ciliwung hulu.
”Sekarang itu yang terpenting realisasi rencana aksi. Dokumen dan penelitian sudah banyak sekali,” katanya sambil menambahkan dokumen serupa pernah disusun tahun 2003 dan 2011.
Sampai kemarin, total korban meninggal akibat banjir di DKI 20 orang: Jakarta Barat 8 orang, Jakarta Timur 4, Jakarta Utara 4, Jakarta Selatan 2, dan Jakarta Pusat 2. Sementara itu, di Bekasi, jumlah korban meninggal 5 orang dan di Tangerang 2 orang. (NEL/FRO/ARN/RYO/ GAL/ATO/NDY/K05)
Post Date : 21 Januari 2013
|