Saya Sudah Putus Asa

Sumber:Kompas - 24 Desember 2012
Kategori:Air Minum
Warga Karet Tengsin, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, merasakan keganjilan. Sampai Minggu (23/12) sore, mereka heran mengapa saat Jakarta banjir, justru mengalami krisis air bersih. Krisis air bersih itu terjadi dua bulan terakhir, lalu semakin parah dua minggu ini.
 
Akibatnya, warga kesulitan menjalani hidup. Lenny (35), warga Kelurahan Karet Tengsin, kurang tidur selama krisis air. Dia dan suaminya harus begadang setiap hari pada pukul 02.00-04.00. Apabila terdengar gemercik air, dia bergegas menyalakan keran dan menampungnya.
 
Air darurat itu tidak cukup dipakai untuk semua keperluan.
 
”Air hasil penampungan itu hanya cukup untuk keperluan mencuci. Kalau mandi, saya harus menumpang tetangga yang menggunakan air tanah. Tetangga yang lain juga ikut menumpang karena semua juga mengalami persoalan yang sama,” tutur Lenny.
 
Berkali-kali Lenny menghubungi operator yang mendistribusikan air ke permukimannya. Jawaban dari penerima telepon, akan dicek lebih dulu penyebabnya. Lalu operator mendata alamat lengkap Lenny. ”Sampai hari ke delapan air belum normal. Saya sudah putus asa,” tuturnya.

Padat penduduk
 
Permukiman Karet Tengsin tergolong padat. Hampir tidak ada ruang longgar yang memisahkan antara rumah satu dan rumah lain. Sebagian besar warga menggunakan air bersih dari PAM Jaya, sementara yang lain menggunakan air tanah. Air bersih di permukiman itu digunakan beberapa keluarga yang tinggal satu rumah.
 
Salah seorang warga Karet Tengsin, Sugeng (50), menggunakan air bersih bersama saudaranya. Karena itu, dia sangat menggantungkan kebutuhan dari suplai air PAM Jaya. Akan tetapi, dua minggu terakhir, dia harus bekerja keras menampung air yang semakin kecil.
 
”Saya selalu menyiapkan bak penampungan di kamar mandi. Air yang sedikit itu kondisinya buruk, kadang agak keruh sehingga tidak bisa kami pakai,” kata Sugeng, pekerja swasta di Jakarta.
 
Sugeng setiap hari menunggu pasokan air pukul 20.00, di mana kualitasnya lebih baik daripada aliran pada siang hari.
 
Kompas sempat dipersilakan untuk melihat bak-bak penampungan yang disiapkan oleh Sugeng dan keluarganya. Lantaran pasokan air terganggu, proses mandi anggota keluarga di rumah itu menjadi aktivitas yang panjang. ”Kami harus antre, airnya hanya separuh pipa,” katanya.
 
Tatin (46), warga Karet Tengsin, berharap operator dan PAM Jaya dapat mengatasi persoalan di sana. Dia sudah tertib membayar rekening air sebesar Rp 150.000 per bulan. Kini, dia menuntut haknya agar mendapat pelayanan baik. Dia heran, mengapa persoalan ini dibiarkan begitu lama karena peristiwa seperti ini jarang terjadi sebelumnya.
 
Meyritha Maryanie, Head Corporate Communications and Social Responsibility PT Palyja, mengaku Karet Tengsin adalah wilayah pelayanannya. Saat ini, Palyja sedang mencari duduk persoalan krisis air di wilayah itu. Dia meminta maaf kepada warga yang menjadi pelanggannya atas ketidaknyamanan pelayanan yang dirasakan warga.
 
”Bagian jaringan kami akan mengecek ke lapangan,” katanya. (Andy Riza Hidayat)


Post Date : 24 Desember 2012