|
Medan, Kompas - Akibat curah hujan yang tinggi selama musim hujan akhir tahun ini di Sumatera Utara, hingga Oktober 2006 tercatat 13.634,8 hektar sawah di provinsi itu yang terendam banjir. Sebanyak 2.317,8 hektar di antaranya bahkan mengalami puso dan gagal panen. Kerugian yang dialami petani sekitar Rp 19 miliardengan perhitungan: lahan padi puso 2.317,8 hektar, produktivitas rata-rata 4,3 ton per hektar, dan harga gabah Rp 2.000 per kilogram. Kepala Dinas Pertanian Sumatera Utara (Sumut) Bintara Thaher, Jumat (3/11) di Medan, menjelaskan, sawah yang terendam banjir tetapi tidak mengalami puso masih bisa diselamatkan. Kondisi ini pun tak mengganggu produktivitas tanaman. "Padi mengalami puso jika sudah terendam banjir lebih dari lima hari," katanya. Banjir terbesar tahun ini melanda Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, dan Labuhan Batu. Di Langkat, banjir merendam 2.773 hektar sawah, sedangkan di Deli Serdang merendam 272,5 hektar sawah dan di Serdang Bedagai 564 hektar. Di Asahan, sawah yang terendam banjir 1.761 hektar, sedangkan di Labuhan Batu tercatat 5.925 hektar. "Kondisi ini memang hampir setiap tahun terjadi selama musim hujan di Sumatera Utara. Dinas Pertanian hanya bisa membantu pemberian benih kepada petani (yang ditanam setelah banjir surut)," ujar Bintara. Sekitar 10.000 hektar hingga 15.000 hektar sawah di Sumut hampir setiap tahun terendam banjir pada musim hujan. "Jika tidak ada kejadian banjir yang ekstrem hingga musim hujan usai, kondisi itu tidak sampai mengganggu produksi padi di Sumut. Target kami, 3,4 juta ton gabah kering panen per tahun tetap bisa tercapai," kata Bintara menambahkan. Rawan longsor Di Tegal, Jawa Tengah, 17 desa dinyatakan rawan longsor dan banjir pada musim penghujan mendatang. Data Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Kabupaten Tegal kemarin menunjukkan, 17 desa itu terdapat di delapan kecamatan. Dari seluruh desa tersebut, sembilan dinyatakan rawan longsor, sedangkan delapan lainnya rawan banjir. Kepala Kantor Kesbanglinmas Kabupaten Tegal Hery Kartono mengatakan, sembilan desa yang rawan longsor merupakan daerah di bawah tebing terjal, tepi sungai pada daerah perbukitan, dan tepi lembah terjal. Daerah itu meliputi empat kecamatan, yaitu Kecamatan Bumijawa, Bojong, Jatinegara, dan Balapulang. Daerah rawan banjir terletak di sekitar pantai utara, meliputi Kecamatan Surodadi, Kramat, Margasari, dan Slawi. Meskipun saat ini masih kemarau, lanjut Hery, antisipasi bencana sudah dilakukan. Hal itu untuk meminimalisasi agar tidak timbul kerugian yang besar. Musim hujan tahun ini, berdasarkan pemantauan kondisi fisis dan dinamika atmosfer, akan mundur satu hingga dua bulan dari normalnya sehingga awal musim baru dimulai akhir November. Selain itu, sifat hujan akan di bawah normal, hingga 30 persen dari normalnya. Kondisi kurang hujan akan dialami oleh 60 persen zona prakiraan musim di Indonesia. Anomali cuaca di Indonesia, menurut Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi dan Geofisika Prof Dr Mezak Ratag di Jakarta kemarin, disebabkan oleh terjadinya fenomena Indian Dipole Mode Event (IDME), yaitu pendinginan suhu muka laut di selatan Sumatera, Jawa, hingga Nusa Tenggara, termasuk Laut Jawa dan perairan barat Kalimantan. "Suhu muka laut di kawasan itu turun hingga 1,5 derajat Celsius dari normalnya. Akibatnya, penguapan dan pembentukan awan hingga kejadian hujan di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Nusa Tenggara berkurang tajam," kata Mezak. (FRO/WIE/YUN) Post Date : 04 November 2006 |