|
Indramayu, Kompas - Belasan hektar sawah di tujuh desa di Kecamatan Kerangkeng, Kabupaten Indramayu, tergenang banjir hingga dua pekan. Sampai Jumat (13/2), air belum surut dari sawah sehingga tanaman padi rusak. Ketujuh desa itu adalah Desa Srengseng, Dukuhjati, Kapringan, Tegalmulya, Klampok, Singakerta, dan Tegalsemaya. Di Desa Dukuhjati, air merendam tanaman padi berusia 15 hari, akibatnya hama keong menyebar di sawah. Hal serupa terjadi di Desa Singakerta. Mu’in (45), petani di Desa Singakerta, menuturkan, banjir biasa terjadi di sawahnya. Tetapi pada tahun-tahun sebelumnya, air bartahan paling lama lima hari, kemudian surut. ”Ini sudah 12 hari, tapi tidak juga surut. Kalau seperti ini tanaman padi bisa mati,” Mu’in mengeluh. Hal yang sama diungkapkan Dauni (45), warga Dukuhjati. Menurut Dauni, banjir kiriman dari hulu tidak langsung mengalir ke laut karena terhalang dam Cimanis. Dam itu seharusnya mampu mengatur air agar sawah bisa terairi saat kemarau dan bebas banjir saat hujan, tetapi sayangnya, air justru tidak bisa langsung mengalir karena dam hanya mempunyai dua pintu. Akibatnya, air menggenangi sawah sekitarnya. Menurut Dauni, banjir menjadi persoalan tahunan. Selama ini petani mencoba mengakali dengan menanam padi di pertengahan musim hujan dengan perhitungan cadangan air cukup dan banjir sudah lewat, tetapi kadang kala perhitungan meleset. Musim hujan sawah kebanjiran, pada musim kemarau sawah minim air. Hasilnya sama, tanaman padi menjadi puso. Ano Sutrisno, Kepala Badan Koordinasi Pemerintah dan Pembangunan Wilayah III Cirebon, menyatakan, banjir dan kekeringan merupakan masalah tahunan tidak hanya di Indramayu, tetapi juga di Cirebon. Penanggulangan persoalan itu masih parsial, karena itu dibutuhkan kerja sama antarwilayah. ”Perbaikan tidak hanya di hilir, tapi juga di hulu. Untuk itu perlu campur tangan provinsi, bahkan pemerintah pusat untuk menangani persoalan bencana ini,” katanya. (NIT) Post Date : 14 Februari 2009 |