Bogor, Kompas - Satuan Tugas Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD Plus memastikan, konsep REDD Plus yang akan dibawa dan ditawarkan Pemerintah Indonesia di pertemuan REDD Plus di Cancun, Meksiko, 29 November nanti, akan selesai pada waktunya. Saat ini satgas yang dibentuk pada Okober lalu itu masih menyusun konsepnya.
”Saat ini memang belum tuntas. Tetapi, kami akan siap memaparkan konsep tersebut di Cancun nanti” kata Heru Prasetyo, Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD Plus, di Bogor, Jawa Barat, Rabu (3/11).
Keyakinan satgas bahwa konsep REDD Plus Indonesia akan siap pada waktunya karena kerja sama dengan semua pihak terkait semakin bagus. Dengan pihak Norwegia yang memberikan dana untuk pembuatan konsep dan program REDD Plus Indonesia pun semakin harmonis. ”Yang semula Indonesia-Norwegia posisinya negosiasi, kini sudah menjadi posisi kerja bersama,” kata Heru.
Ia menjelaskan, konsep REDD Plus yang akan dibuat dan diterapkan Indonesia bukan sekadar konsep program pengurangan emisi karbon dan penunjukan sejumlah provinsi sebagai provinsi percontohan (pilot province) penerapan REDD Plus. Namun, penerapannya nanti seimbang dengan perlindungan keanekaragaman hayati, pertumbuhan ekonomi, dan berbagai aspek lainnya.
Mengenai rencana penentuan provinsi yang akan dijadikan pilot province, Heru menjelaskan, satgas memang sudah berbicara dengan sembilan pemerintah provinsi, yaitu Aceh, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Papua Barat, dan Papua. Namun, hingga kini satgas belum memastikan kesembilan provinsi itu yang akan menjadi pilot province dari penerapan REDD Plus.
Kuncinya koordinasi
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, dalam langkah-langkah penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), koordinasi merupakan kuncinya.
Ia mengatakan hal itu dalam Dialog Kebijakan Publik tentang Perubahan Iklim dan Perkembangan Rendah Karbon di Indonesia yang berlangsung di Jakarta.
Menurut Fabby, butuh banyak koordinasi dan peraturan wewenang untuk memetakan setiap langkah implementasi kebijakan yang melibatkan berbagai sektor pemerintahan, baik pusat maupun daerah.
Ini berkenaan dengan adanya wacana pemerintah untuk mencapai target angka penurunan emisi GRK sebesar 26 persen dari level business as usual (BAU) hingga 41 persen apabila ada bantuan keuangan dari negara-negara maju dari kondisi sekarang hingga 2020.
”Misalkan, bagaimana kita ingin menurunkan emisi dari sektor transportasi dengan meningkatkan penggunaan transportasi massal di mana kebijakan transportasi publik perkotaan adalah tanggung jawab pemerintah daerah, bukan pemerintah pusat. Bagaimana nantinya koordinasi melibatkan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup, dan berbagai sektor lain,” ucap Fabby.(RTS/*)
Post Date : 04 November 2010
|