Sanitasi Semarang Buruk

Sumber:Jawa Pos - 09 Agustus 2010
Kategori:Sanitasi

SALAH satu penyebab buruknya sanitasi di Kota Atlas adalah adanya sungai yang mengalami penyempitan dan sedimentasi. Juga kurangnya drainase dibanding jumlah lahan terbangun. Sehingga banjir atau genangan air semakin menjadi-jadi. Faktor lain, sudah barang tentu air laut pasang atau rob.

Dari 177 kelurahan, 36 persen di antaranya atau sekitar 60 kelurahan bersanitasi buruk. Kelurahan yang bersanitasi buruk sebagian besar berada di daerah langganan banjir dan rob. Juga wilayah-wilayah pinggiran. Semisal, Kecamatan Semarang Utara, Semarang Timur, dan Tugu.

Dari data buku putih sanitasi, kecamatan lain seperti Semarang Timur, rata-rata permukaan air dangkal. Wilayah ini perlu penghijauan untuk resapan di sepanjang tepi sungai. Di Kecamatan Semarang Selatan, permukaan air cukup dangkal. Wilayah ini terancam banjir bandang yang merupakan kiriman dari daerah atas.

Kecamatan Gajahmungkur rata-rata kedalaman air dangkal. Sehingga menyebabkan potensi daerah genangan dengan luas mencapai 1-25 hektare. Antara lain Kelurahan Petompon, Bendan Ngisor dan Karangrejo.

Kecamatan Candisari, air tanah dan permukaan air dangkal mencapai 10-20 meter. Potensi ini menimbulkan genangan air luas mencapai 1-25 hektare (Kaliwiru). Sedangkan di Kecamatan Semarang Utara, daerah akuifer produktif dengan penyebaran luas mencapai 5-10 liter/detik. Ini berada di Kelurahan Tanjung Emas, Bandarharjo, Kuningan.

Kecamatan ini memiliki akuifer produktif tinggi yang mencapai lebih dari 1-liter/detik, namun justru mengakibatkan timbulnya genangan rob. Sementara kedalaman sumur rata-rata 3-10 meter, daerah genangan rob dengan ketinggian 20-60 cm.

Lama genangan 2,5-7 jam, penetrasi air laut mencapai 11-15 meter jarak 3,5 km dari garis pantai. Untuk kedalaman air payau 1-10 meter pada jarak 3,5 km dari garis pantai.

Bagi Kecamatan Semarang Barat, daerah yang dekat ke arah pantai/laut muncul genangan air rob. Ini terjadi rata-rata 20-60 cm, dengan lama genangan 2,5-7 jam.

Kecamatan Genuk beda lagi. Kawasan ini potensi tergenang mencapai 0,5-1 meter dan lama genangan 1-2 hari. Sedangkan sepanjang tepi sungai Banjir Kanal Timur, sumber air berkurang akibat terjadinya pendangkalan dari sungai karena endapan dan sedimentasi. Serta terjadi penyempitan sungai karena perkerasan sedimentasi.

Sedangkan Kecamatan Gayamsari, merupakan kawasan akuifer produktif sedang, dan tinggi dengan penyebaran luas mencapai 5-10 liter/detik, sehingga potensi air tanah tinggi dan rawan tergenang.

Di Pedurungan, air tanah sangat tinggi, rawan dengan genangan air, utamanya di Kelurahan Plamongansari akibat aliran Sungai Pengkol. Kecamatan Tembalang, daerah itu sumber mata air dengan ketersediaan cukup tinggi, termasuk aliran Sungai Kali Ketekan, Hulu Kali Pengkol, Kali Watuanak dan Kali Durga Dewi.

Sedangkan di Kecamatan Banyumanik, daerah sumber mata air, dengan ketersediaan cukup. Di Gunungpati, fluktuasi air sangat tinggi, sebagai sumber mata air, termasuk daerah kawasan konservasi air bagi wilayah Semarang bagian bawah.

Untuk Mijen, fluktuasi air tergantung musim, run off air cukup tinggi, beberapa tempat (Kelurahan Ngadirgo, Bubukan). Kecamatan Ngaliyan, potensi bahaya terhadap luapan air sungai. Tugu bahaya luapan air sungai dan tambak pada daerah berdekatan dengan sungai.

Beberapa kecamatan yang kondisi sanitasinya parah, menurut Kepala Bappeda Kota Semarang Hadi Purwono karena sistem drainase kurang baik. Diperparah dengan rob dan banjir. "Ini membuat Kota Semarang mendapatkan predikat tak menyenangkan (sanitasi terburuk kedua se-Jateng)."

Selain sistem drainase, beberapa hal yang mempengaruhi sanitasi, antara lain, ketersediaan air bersih, pengelolaan sampah, dan air limbah. Juga minimnya partisipasi masyarakat.

Potensi Sebabkan DBD


Satu sisi, buruknya sanitasi berpotensi menimbulkan berbagai penyakit. Salah satunya, Demam Berdarah Dengue (DBD). Ini terjadi karena banyaknya genangan air tempat perkembangbiakan nyamuk.

Anggota Komisi D DRPD Kota Semarang Anang Budi Utomo meminta Pemkot melakukan pengawasan, pengendalian, dan pemantauan pencemaran lingkungan. "Upaya konservasi harus segera ditingkatkan, termasuk pada kesehatan."

Ketua Komisi D Supriyadi meminta Pemkot menggandeng masyarakat untuk mengatasi buruknya sanitasi. Dia meminta persoalan buruknya sanitasi dibiarkan. Sebab akan berdampak pada penyakit.

Dia meminta Pemkot serius memperhatikan sanitasi. "Ini kota besar, ibu kota provinsi. Mosok sanitasi saja sangat buruk."

Satu sisi, anggaran sanitasi di Kota Semarang terus mengalami kenaikan. Pada 2006 hingga 2008 dari Rp 2,4 miliar menjadi Rp 1 triliun. Sedangkan pada 2008- 2010 dari Rp 1 triliun menjadi Rp 2,8 triliun. (nag/isk)



Post Date : 09 Agustus 2010