|
KOTA-KOTA besar di mana pun pasti menyimpan segudang persoalan mulai dari sosial, ekonomi, pendidikan sampai lingkungan. Penduduk yang padat serta tingkat aktivitas tinggi menjadikan lingkungan perkotaan memerlukan perhatian tersendiri terutama menyangkut lingkungan. Sanitasi menjadi salah satu persoalan utama lingkungan di kota termasuk Yogyakarta. ’’Masalah utama pembangunan sanitasi di Indonesia berkisar pada pendanaan dalam penyediaan infrastruktur namun dengan kerja sama berbagai pihak mudah-mudahan sanitasi di Yogakarta dapat berjalan baik,’’ ujar Wali Kota H Herry Zudianto, kemarin. Sanitasi yang berhubungan erat dengan kesehatan lingkungan memang memerlukan penanganan serius. Gambaran umumnya, angka kesakitan karena diare mencapai 10,38%, kesakitan campak 313 kunjungan, dan kesakitan demam berdarah 20/100.000 penduduk. Semua itu akibat belum maksimalnya penanganan sanitasi. Sebenarnya masalah sampah secara fisik sudah tertangani cukup baik. Namun pada uji petik inspeksi sanitasi sumur gali tahun 2006 muncul persoalan yakni risiko pencemaran sangat tinggi mencapai 49,51%. Hal itu akibat pencemaran air tanah karena sistem pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Kondisi geografis Kota Pelajar memungkinkan terjadinya aliran pencemaran air tanah dari daerah utara menuju selatan. Wilayah kota menanggung beban pencemaran yang mengalir dari atas, Sleman. Ada Dua Sistem Beruntung, konsep sanitasi sudah berjalan lumayan bagus. Di Yogyakarta ada dua sistem penanganan air limbah, terpusat dan setempat. Pada pengelolaan terpusat, air limbah domestik skala kota yang terjangkau oleh jaringan pengelolaan air limbah domestik dialirkan melalui jaringan menuju instalasi pengelolaan air limbah. Pada sistem setempat, air limbah domestik langsung diolah di sumbernya yakni aki tangki septik komunal. ’’Secara fisik kota ini sudah memadai dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia. Yogyakarta termasuk salah satu dari 10 kota yang memiliki pengolahan air limbah terpusat,’’ papar Herry. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Yogyakarta yang berada di Sewon, Bantul. Sistem terpusat dengan perpipaan ini baru melayani sekitar 10.000 sambungan rumah tangga sedangkan yang tidak terlayani membangun IPAL komunal. Saat ini sudah terbangun 43 unit yang masing-masing melayani 50-100 keluarga. ’’Tingkat kepadatan penduduk di kota tidak memungkinkan masing-masing rumah tangga memiliki pengolahan limbah sendiri. Karena itu, perlu pengolahan limbah komunal yang dibuat di berbagai lokasi seperti pinggiran sungai dan daerah padat,’’ tandas Yudi Wijanarko dari Environmental Service Program (ESP) Jawa Tegah-DIY yang membantu pembangunan IPAL komunal. Dijelaskannya, dalam IPAL ini terdapat tangki septik komunal yang cocok untuk pemukiman padat. Air limbah rumah tangga yang banyak mengandung pencemar organik, anorganik, dan bakteri patogen dimasukkan dan diolah dahulu dalam tangki septik itu. Dengan begitu pencemaran di lingkungan tersebut dapat ditekan dan dikurangi secara maksimal. (Agung PW) Post Date : 12 Januari 2009 |