|
YOGYAKARTA -- Meskipun Kota Yogyakarta pernah dua kali mendapatkan anugerah pengelolaan sanitasi perkotaan terbaik pada 2007 dan 2008, pada kenyataannya masih banyak penyakit yang muncul akibat sanitasi yang buruk. Banyak orang yang terserang penyakit, terutama diare. Setiap tahun di Kota Yogyakarta tercatat ada 36 ribu kasus anak usia bawah lima tahun yang terserang diare. Menurut Sri Wulaningsih, Kepala Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, selain diare, sejumlah penyakit lain yang muncul akibat buruknya sanitasi adalah tifus, penyakit kulit, demam berdarah, dan malaria. "Buruknya sanitasi dan tercemarnya air yang dikonsumsi masyarakat sangat mengganggu kesehatan," kata Wulan kemarin. Buruknya sanitasi itu juga bisa dilihat dari kondisi air sumur milik warga yang tercemar bakteri e-coli. Berdasarkan data, dari sekitar 10 ribu sumur milik warga Kota Yogyakarta, sebanyak 45 persennya tercemar bakteri e-coli. Menurut Ika Rostika, Kepala Bidang Pengelolaan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, saat ini di Kota Yogyakarta telah dibuat 43 sarana Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal yang tersebar di sepanjang tiga sungai, yakni Code, Winongo, dan Gajahwong. Selain itu, Ika mengaku pihaknya juga sudah membuat sistem air limbah terpusat, yaitu pembuangan air limbah melalui pipa yang dialirkan ke pengolahan limbah di Sewon, Bantul. "Saat ini sudah 10.119 sambungan dari rumah tangga. Rencananya untuk 15 ribu sambungan," kata dia. Sementara jumlah rumah tangga di Yogyakarta kurang lebih 80 ribu. Ika menambahkan, saat ini memang belum semua rumah bisa tersambung ke IPAL di Sewon. Untuk mengatasi hal tersebut, dibuatlah IPAL komunal di beberapa wilayah yang secara geografis memiliki elevasi lebih rendah dibanding sistem pipa air limbah yang terpusat di Sewon. Menurut Oni Hartono, Community Based Water and Sanitation Specialist Environmental Services Program (ESP) Jawa Tengah-Yogyakarta, tingkat kesadaran masyarakat terkait pentingnya sanitasi yang baik di Yogyakarta masih rendah. "Dari sarana sanitasi yang disediakan, ternyata respons masyarakat masih sangat rendah," katanya. Ia mencontohkan, warga yang memanfaatkan fasilitas IPAL komunal yang dipusatkan di Sewon masih sedikit. Oni menambahkan, seharusnya Pemerintah Kota Yogyakarta membuat peraturan daerah untuk memaksimalkan pemanfaatan sanitasi yang sudah ada, serta meningkatkan sosialisasi, terutama bagi masyarakat yang tinggal di sekitar jaringan pipa IPAL. MUH SYAIFULLAH Post Date : 24 Desember 2008 |