Sampai Kapan Harus Tunggu Giliran

Sumber:Koran Sindo - 21 Juni 2008
Kategori:Air Minum

SUPLAI air dari PDAM Kota Bandung terhambat.Akibatnya, warga Kota Bandung kesulitan mendapatkan air bersih.“ Setiap bulan kami bayar, tapi kualitas dan pelayanannya gitu-gitu saja,”keluh Tita, warga RW 04 kompleks perumahan Taman Holis Permai I. Di mata Tita, sejak 2000, tingkat pelayanan dan kualitas air yang disuplai oleh PDAM Kota Bandung terus menurun. Untuk memperoleh air bersih layak konsumsi, per bulan dia harus mengeluarkan uang rata-rata Rp150.000.

Harga satu jeriken air Rp5000.“Sepertinya tak sebanding dengan pengorbanan materi yang mesti kami keluarkan. Keluhan kami pun dianggap seperti angin lalu,”ujarnya. Karena suplai air tak stabil, beberapa warga harus berjuang untuk memperoleh air. “Jika air tak mengalir,biasanya kami terpaksa menyedot air. Hal itu memang dilarang, tapi petugas PDAM sendiri yang menyarankan warga untuk melakukannya,” tandas Tita.

Selain membeli air bersih, sebagai antisipasi kelangkaan, beberapa warga kini mulai melirik keberadaan sumur pompa.“Itu pun tidak 100% digunakan untuk keperluan konsumsi.Tak semua warga memiliki sumur pompa. Pertimbangannya, selain biaya pengeluaran listrik tinggi, kualitas sumur pompa pun tak sepenuhnya menjamin dapat menutupi kebutuhan air untuk konsumsi,” ujar warga lainnya,Yeti Dody.

Jika warga perumahan Taman Holis Permai masih menimbang-nimbang kemungkinan meninggalkan air PDAM,warga sekitar kawasan industri tahu Cibuntu sudah tak memedulikan lagi keberadaan PDAM. “Tak setiap hari air mengalir. Ini jadi pertimbangan kenapa kami tak lagi memakai air PDAM,” kata seorang pengusaha tahu,Neneng.

Para pengusaha tahu di sana memilih berlangganan air bersih dari salah seorang warga yang sengaja membangun beberapa sumur pompa. Meskipun biaya produksi menjadi lebih mahal,mereka terpaksa melakukan itu. Neneng mengaku, per bulannya dia mesti mengeluarkan dana sekitar Rp1 juta untuk biaya iuran berlangganan. Jika dikalkulasikan, ratarata per bulannya dana produksi tahu yang mesti dia keluarkan mencapai Rp11,2 juta.

“Da kedah kumaha deui atuh? Ku cai ledeng (PDAM), jarang ngocor. (Harus bagaimana lagi? Air PDAM jarang mengalir). Hanya dengan cara seperti ini kami bisa bertahan,”ungkap Neneng. Seperti warga lainnya,Neneng sangat berharap pejabat publik, khususnya di PDAM Kota Bandung, memberi perhatian serius terkait kesulitan warga memperoleh air bersih. “Solusinya tentu penyediaan suplai air yang lancar, kualitasnya layak dan tidak memberatkan dari sisi pengeluaran,” tandas Neneng. (mohamad taufik) 



Post Date : 21 Juni 2008