Sampah Tanggungan Tiga Pihak

Sumber:Media Indonesia - 30 September 2009
Kategori:Sampah Jakarta

KEBIJAKAN pengolahan sampah sebaiknya tidak diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Pengolahan sampah membutuhkan sistem terintegrasi antara produsen, konsumen, dan regulator. Jadi, pihak produsen atau industri harus bertanggung jawab atas sampah dari produk yang ia hasilkan. Konsumen pun harus menjaga diri untuk tidak menghasilkan sampah berlebih.

"Jadi, ada tanggung jawab moral di diri produsen bahwa sampah adalah masalah dia juga. (Konsumen) jangan membeli produk yang banyak menghasilkan sampah dan sebisanya melakukan pemilahan sampah di tingkatan rumah tangga," kata pakar teknologi lingkungan Firdaus Ali dalam diskusi, di Jakarta, kemarin.

Dalam skema itu, regulator pun memiliki tugas. Mereka harus bisa menjamin ketersediaan insentif bagi konsumen yang melakukan pemilahan sampah, berupa pengurangan pajak.

Ketepatan penanganan sampah pun dapat memberi keuntungan ekstra bagi pemerintah. Pengelolaan berbasis teknologi mampu mengubah sampah menjadi energi listrik.

Di sisi lain, kerugian yang dialami dari ketidaktepatan pengelolaan sampah mencapai jumlah yang besar tiap tahunnya. "Menurut hitungan saya, kerugian akibat kebijakan penanganan sampah yang tidak tepat di bidang kesehatan saja dapat mencapai Rp800 miliar per tahun," tambah Firdaus.

Setiap harinya, DKI Jakarta menghasilkan 26 ton sampah. Tempat pembuangan sampah akhir di Bantar Gebang, Bekasi, hanya mampu mengolah 85% sampah dari angka tersebut. Di sana, pengolahan dilakukan dengan teknologi yang tergolong primitif, yakni ditimbun.

Terkait kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas pengelolaan sampah, petugas penjangkauan dari Dana Mitra Lingkungan Maryanto pun menyayangkan penggunaan paradigma kuno untuk mengelola sampah, yaitu pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan (3P). "Padahal sekarang itu sudah masuk paradigma 3R, reduce, recyle, dan reuse."

Peralihan paradigma itu harus diikuti dengan penerapan kebijakan yang terintegrasi antarlembaga penanganan sampah. Dia mencontohkan gerakan masyarakat mandiri yang mengolah sampah menjadi kompos, tapi terkendala oleh ketiadaan pembeli. Atas kondisi itu, Maryanto pun meminta Dinas Kebersihan berperan aktif membeli kompos dari sampah. Pupuk yang dibeli itu pun dipergunakan Dinas Pertamanan untuk merawat tanaman. "Kalau begitu, gerakan akan terus berkelanjutan," Maryanto berharap.

Ciangir Sementara itu, Bupati Tangerang Ismet Iskandar mengatakan pengangkutan sampah menuju ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Ciangir, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang, hanya dilakukan malam hari.

Jalur lalu lintas angkutan sampah masyarakat Ibu Kota Jakarta menuju TPST, yaitu dari Jakarta Barat, melalui BitungCurug-Legok menuju Ciangir. Kalau dari arah Jakarta Selatan, rute bisa melalui Bumi Serpong Damai (BSD) menuju Ciangir.

"Kita harap tidak ada sampah yang bau atau berceceran di jalan warga," katanya ketika penandatanganan perjanjian kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Tangerang dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di kantornya, kemarin.

Menurut Ismet, proses pengolahan sampah akan menggunakan insinerator (tungku pembakaran) dan sanitary landfill (penimbunan sampah dengan tanah).

Sebuah tim pengendali juga akan dibentuk untuk memastikan pengolahan sampah tidak merugikan warga sekitar.

Ia berharap Pemprov DKI segera membangun pagar di sekitar lahan pembuangan sampah dan secepatnya menanam pohon sebagai buffer zone atau daerah pengaman. "Pengolahan juga harus zero waste. Tidak boleh ada sisa sampah yang mengotori lingkungan," tegasnya.

Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan pengolahan sampah yang akan dilakukan di Ciangir akan menyamai Bantar Gebang yang, menurut dia, ramah lingkungan. Tender perusahaan pengelola TPST akan dilakukan November 2009 dan ditargetkan pertengahan 2010 sudah beroperasi.(Ssr/J-3)



Post Date : 30 September 2009