Sampah Tak Pernah Dipilah

Sumber:Jawa Pos - 24 Februari 2010
Kategori:Sampah Luar Jakarta

KEDIRI- Kampanye 4R (reuse, reduce, recycle, dan replace) yang dilakukan pemkot selama ini tampaknya hanya berhenti pada kata-kata. Belum menjadi gerakan yang efektif di masyarakat. Salah satu buktinya, warga masih sangat jarang yang melakukannya. Termasuk untuk sekadar memilah sampah basah dan kering atau organik dan anorganik.

Mengapa nilai adipura untuk kategori pemilahan sampah di Kota Kediri jeblok? Berdasarkan pengamatan wartawan koran ini, pemilahan sampah di Kota Kediri hampir tidak dilakukan. Karena meski di beberapa tempat sampah sudah ada dua, yaitu sampah basah (organik) dan kering (unorganik) tetapi dalam prakteknya sebagian besar masyarakat tidak pernah memilah-milah sampah. Sampah basah maupun kering dicampur menjadi satu. Inilah yang membuat nilai untuk penilaian tahap pertama pada November 2009, untuk pemilahan sampah Kota Kediri mendapatkan nilai terendah, yaitu 59,20 atau jelek.

Selain karena masyarakat enggan memilah sampah, tetapi adanya sebagian kecil masyarakat yang memilah sampah juga tidak ada gunanya. Karena petugas kebersihan yang mengambil sampah setiap hari dari rumah-rumah langsung mencampur sampah basah dan kering. Sampah tersebut dijadikan satu di gerobak sampah. "Tidak pernah saya pilah-pilah. Karena gerobak sampah ini tidak ada sekatnya," ujar Suparman, 46, petugas kebersihan di Kelurahan Pocanan, Kecamatan Kota.

Selain gerobak sampah yang tidak ada sekat pemisah antara sampah basah dan kering, Suparman mengaku kesulitan jika harus memilah-milah sampah. Karena hampir semua masyarakat Kelurahan Pocanan tidak pernah memilah-milah sampah sebelum dimasukkan ke tempat sampah. "Tidak selesai-selesai kalau saya harus memilah-milah dulu. Kemudian baru dimasukkan ke gerobak," dalihnya.

Selain itu, lelaki yang mengaku sudah menjadi pengangkut sampah selama 14 tahun ini jika dirinya memilah-milah sampah juga tidak ada gunanya. Karena sampah yang dibawanya ke tempat pembuangan sementara (TPS) di Kelurahan Balowerti tersebut akan diangkut dengan truk. "Di truk itu juga tidak dipilah-pilah. Jadi buat apa saya pilah-pilah," ujarnya.

Diakui bapak dua anak ini, dirinya mengetahui kalau sebenarnya sampah sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) Klotok harus dipilah-pilah dulu. Sehingga, sampah mana yang bisa digunakan dan tidak akan diketahui. "Tapi karena tidak pernah jalan. Ya kami akhirnya tidak pernah memilah-milah sampah," akunya.

Lelaki yang mengaku sudah bekerja selama 14 tahun ini mengaku tidak keberatan jika pemkot mewajibkan sampah harus dipilah-pilah. Asalkan, gerobak sampah ada penyekatnya untuk sampah kering dan basah. Kemudian, sampah tersebut saat diangkut truk tidak dicampur. "Kami akan laksanakan asalkan mulai dari masyarakat dan pemerintah memilah sampah," ujarnya sembari mengaku setiap hari bekerja mulai pukul 06.00-11.00.

Hal senada diutarakan Ribut Santoso, 38, warga Kelurahan Pocanan, Kecamatan Kota. Menurutnya, pemilahan sampah tidak dilaksanakan karena banyak hal. Selain kesadaran, dia menganggap ketersediaan bak sampah yang terdiri dari sampah basah dan kering juga sangat minim. "Di sini bak sampah hanya satu per rumah tangga. Jadi semua sampah dicampur," ujarnya.

Ribut mengakui kalau pemilahan sampah harusnya dilakukan. Namun, dirinya dan warga setempat enggan melakukannya. "Malas, karena nanti juga dicampur. Jadi tak ada gunanya," ujarnya.

Sementara itu, pelaksana tugas (plt) Kepala Dinas Tata Ruang Kebersihan dan Pertamanan Kota Kediri Mandung Sulaksono mengakui kalau kesadaran masyarakat terkait pemilahan sampah masih sangat kurang. Sehingga meski sudah ada dua bak sampah untuk organik dan unorganik tetapi tidak dimaksimalkan. Akibatnya, volume sampah yang dibuang ke TPA dari hari ke hari semakin bertambah. Sehingga, TPA semakin overload. "Kami akan giatkan sosialisasikan pemilahan sampah lagi," ujarnya.

Selain sosialisasi ke masyarakat, pihaknya akan memerintah stafnya untuk memilah sampah sebelum dibawa ke TPA Klotok. Truk sampah harus membedakan sampak organic dan unorganik. "Kami akan perbaiki secepatnya," ujarnya.

Diakui Mandung, selama ini pemilahan sampah dilakukan di TPA Klotok. Namun, pemilahan sampah tidak dilakukan petugas tetapi sekitar 150 pemulung. Setelah truk menurunkan sampah, ratusan pemulung langsung menyerbu. Mereka mengambil sampah-sampah unorganik yang masih bisa dimanfaatkan.

Mandung mengatakan jika sampah sudah dipilah mulai dari tingkat rumah tangga, kelurahan, kecamatan hingga ke TPA, mantan Kabag pemerintahan ini mengaku optimistis volume sampah yang dibuang ke TPA akan berkurang. Apalagi, jika tiga komposter yang dimiliki pemkot difungsikan secara maksimal. "Nanti volume sampah yang dibuang ke TPA bisa berkurang dari 700 meter kubik per hari menjadi 400 sampai 450 meter kubik per hari," pungkasnya. (tyo)



Post Date : 24 Februari 2010