|
KLATEN - Dinas Pekerjaan Umum (DPU) mengakui jika pengelolaan sampah di Klaten menyimpan bom waktu. Sepuluh tahun lagi, sampah bakal bermasalah dan rumit penanganannya. Saat ini, DPU menghadapi kondisi dilematis. Salah satunya, kesulitan mencari lokasi TPA (tempat pembuangan akhir) baru. "Kalau letak TPA terlalu jauh, biaya operasional kendaraan pengangkut sampah tinggi. Di sisi lain, tidak mungkin TPA ada di dekat permukiman," ujar Kepala DPU Pemkab Klaten Bambang Agoestiono kepada wartawan kemarin. Idealnya, pengelolaan sampah dilakukan dengan metode . Sistemnya, jelas Bambang, TPA dibuat lubang berukuran besar. Kemudian, lapisan pertama diisi sampah hingga kedalaman tertentu. Setelah itu, dilapisi tanah. Di atas lapisan tanah bisa di- sampah lagi. Begitu seterusnya. Menurut Bambang, cara ini efektif. Selain itu, sebagian tanah bisa dimanfaatkan menjadi kompos. Hanya saja, diakui bahwa metode ini biayanya mahal. Seluruh TPA di Klaten, belum memakai sanitary renfill. Sampah masih sekadar dibuang dan dibakar. Sebelumnya, komisi III DPRD Klaten menyerang DPU habis-habisan soal sampah. Terutama berkaitan dengan TPA Beteng dan Tibayan. Kantor Lingkungan Hidup (KLH) pernah merekomendasikan agar dua TPA tersebut ditutup. Alasannya, TPA Beteng dan Tibayan ada di (daerah tangkapan air). Komisi III menilai, Subdin KP tidak mengindahkan rekomendasi komisi yang meminta TPA (tempat pembuangan akhir) Desa Tibayan dan Beteng, Kecamatan Jatinom, ditutup. Komisi III kian meradang, karena di PPAS (Prioritas Plafon Anggaran Sementara) APBD 2008, Subdin KP kembali mengajukan Rp 500 juta untuk pengelolaan dua TPA tersebut. Dua begawan komisi III bersuara lantang soal TPA Tibayan dan Beteng, usai rapat komisi kemarin. Mereka adalah Ketua Komisi III Agus Murtana dan Tontowi Jauhari, anggota. Tontowi mengatakan, rekomendasi penutupan TPA Tibayan dan Beteng dilakukan atas masukan Kantor Lingkungan Hidup pada 2006 lalu. Alasannya utamanya adalah kerusakan lingkungan. Dikritik tajam, DPU bergeming. Pembuangan sampah di TPA Tibayan dan Beteng masih dilakukan karena tidak tersedia TPA lain. "Jangan hanya bilang ditutup. Beri solusi yang tepat untuk selesaikan sampah," tegas dia dengan nada tinggi. (den) Post Date : 29 November 2007 |