|
Jakarta, Kompas - Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Cianjur, Jawa Barat, menyimpan persoalan sampah sebagai konsekuensi kawasan wisata alam. Padatnya pengunjung dan ramainya pendakian membuat sampah makin bertumpuk. Menurut perhitungan pengelola taman nasional, jumlah sampah padat per minggu yang dikumpulkan dari lokasi wisata alam dengan empat pintu masuk berkisar 180-200 karung. Kami sudah mengimbau agar pengunjung menjaga lingkungan bersih, tapi sampah tetap saja banyak, kata Kepala Balai TNGP Novianto Bambang W seusai menerima bantuan tiga unit mesin pengolah limbah padat dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup di Wisma Pecinta Alam Cibodas, TNGP, Cianjur, Jawa Barat, Kamis (5/1). Selain terkait estetika, sampah padat yang berserakan tidak terurai. Untuk mengumpulkannya dibutuhkan energi khusus dan sejumlah anggaran rutin. Itu pun sudah dibantu para relawan pencinta lingkungan. Rata-rata jumlah pengunjung beberapa tahun terakhir mencapai 60.000 jiwa per tahun. Aktivitas tersebut meninggalkan bermacam jenis sampah padat yang tak terurai di alam, seperti bungkus mi, botol/gelas air mineral, bungkus rokok, bungkus permen, dan kaleng susu. Seluruh limbah dikumpulkan lalu diangkut truk sampah begitu saja. Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas Isa Karmisa Ardiputra mengatakan, bantuan itu diharapkan dapat memberi nilai tambah bagi TNGP. Pengelolaan sampah menjadi lebih mudah. Pemberian bantuan alat seperti itu dinilai penting karena status kawasan wisata alam mengundang banyak wisatawan. Apalagi, posisi kawasan berada di hulu sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Mudah-mudahan mengurangi jumlah sampah sejak dari hulunya, kata dia. Sejak tahun 2003, KLH telah bekerja sama dengan tiga pemerintah daerah menyepakati kerja sama penerapan teknologi ramah lingkungan dalam mendukung pengembangan pariwisata berkelanjutan. Adapun TNGP yang masuk ke dalam wilayah kabupaten Cianjur, Sukabumi, dan Bogor dipilih sebagai model pengembangan pariwisata berkelanjutan. Dikatakan Novianto, kini pihaknya hanya membutuhkan transfer keahlian untuk mengoperasikan alat senilai Rp 23,5 juta per unit itu. (GSA) Post Date : 06 Januari 2006 |