Jakarta, Kompas - Hunian yang tumbuh di bantaran Sungai Ciliwung memberi persoalan serius terhadap sungai terbesar yang mengalir di Jakarta ini. Sungai Ciliwung, dan juga sungai lainnya di Jakarta, banyak dicemari sampah dan limbah yang dihasilkan rumah tangga.
Karena itu, diperlukan komitmen bersama, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga kalangan perusahaan, untuk menjaga kebersihan Sungai Ciliwung.
”Mulai dari tingkat akar rumput, yakni komunitas masyarakat, sampai pemerintah harus bersama-sama menjaga Ciliwung,” kata Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta Peni Susanti di Tanjungan, Kelurahan Cililitan, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, Minggu (27/3).
Kemarin, BPLHD Provinsi DKI Jakarta bersama Pemerintah Kota Jakarta Timur, komunitas peduli lingkungan Jakarta Green Monster, dan Komunitas Peduli Ciliwung Tanjungan, serta Yayasan Astra Honda Motor menggelar acara peringatan Hari Air Dunia 2011 di Tanjungan, Cililitan, Kramat Jati.
Dalam kesempatan kemarin, Peni didampingi Wakil Wali Kota Jakarta Timur Krisdianto bersama perwakilan komunitas peduli lingkungan meninjau Sungai Ciliwung di Tanjungan, Kelurahan Cililitan. Mereka juga menebar benih ikan di sungai itu.
Ditemui selepas acara, Peni menyatakan, Pemprov DKI Jakarta sudah menjalin komitmen bersama Pemprov Jawa Barat dan Pemprov Banten untuk menjaga Sungai Ciliwung. Menurut Peni, kualitas air Sungai Ciliwung menurun akibat pencemaran sampah dan limbah.
Senada dengan Peni, Ketua Jakarta Green Monster Enny Sudarmonowati mengatakan, jenis sampah dan limbah rumah tanggalah yang paling banyak mencemari sungai-sungai di Jakarta. Penyebabnya, ruang terbuka di bantaran sungai semakin berkurang karena semakin dipadati permukiman warga.
Hunian
Hunian di pinggir Sungai Ciliwung meningkat tajam satu tahun terakhir. Sejumlah kawasan permukiman semakin rapat dengan bangunan rumah warga. Sebagian bahkan memiliki sertifikat tanah resmi dari pemerintah. Penghuni memilih daerah aliran sungai karena harganya relatif lebih murah daripada tempat lain.
”Saya pindahan dari Pasar Baru, Jakarta Pusat. Tempat ini saya beli dari warga sini bernama Lingling Rp 15 juta dengan ukuran lima kali lima meter,” tutur Mardiah (52), warga Kelurahan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas, Depok, kemarin.
Rumah tersebut, kata Mardiah, dibeli dalam bentuk rumah semipermanen. Kemudian, dia memperbaiki menjadi rumah permanen. Letaknya kurang dari 1,5 meter di bibir jurang Sungai Ciliwung. Mardiah tinggal di rumah itu bersama dua anak dan dua cucunya. ”Kalau air deras datang dari Bogor, haduh… ngeri melihatnya. Saya hanya berdoa saja,” katanya.
Pemerintah Kota Depok sudah mengatur hunian di sekitar daerah aliran sungai dalam Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2003 tentang Garis Sempadan. Dalam ketentuan tersebut diatur, sungai yang memiliki kedalaman kurang dari 3 meter, garis sempadan ditetapkan minimal 10 meter yang dihitung dari tepi sungai. Adapun untuk sungai yang kedalamannya lebih dari 3 meter sampai 20 meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 meter dari tepi sungai. (NDY)
Post Date : 28 Maret 2011
|