Sampah Plastik, Prestasi Baedowy

Sumber:Kompas - 27 November 2006
Kategori:Sampah Jakarta
Enam tahun silam Mohammad Baedowy masih berkutat dengan kesibukannya sebagai auditor di sebuah bank asing yang berkantor di World Trade Center, Jakarta. Masa itu tidak sedikit karyawan bank didera kecemasan lantaran bank mereka terpuruk, dilikuidasi, atau merger dengan bank lain sebagai dampak krisis moneter yang menghantam Indonesia.

"Saat itu saya melihat banyak teman yang ketar-ketir menunggu nasib. Saya berpikir, daripada ikut susah, lebih baik berhenti duluan. Saya lantas mengundurkan diri dari perusahaan," tutur Baedowy ketika ditemui pada suatu siang pertengahan November lalu.

Berhenti bekerja di bank, Baedowy lalu mendalami pekerjaan sampingan sebagai manajer keuangan pada sebuah perusahaan batik yang memiliki pabrik di Pekalongan, Jawa Tengah. Selain mengurus dan menata keuangan pabrik, ia juga bertugas mengatur kegiatan pameran produksi batiknya.

Roda kehidupan putra pertama pasangan Supomo dan Zubaidah ini lantas berbalik 180 derajat setelah ia bertemu dengan seorang pejabat bank yang menawarinya berkongsi bisnis sampah.

"Kerja sama kami hanya berjalan setengah tahun. Ternyata, kami sama-sama belum ahli berbisnis sampah. Tetapi, lantaran saya merasa sudah telanjur, kepalang basah, saya memutuskan untuk mencoba sendiri," ujar lelaki kelahiran Balikpapan, 33 tahun silam, ini.

Plastik dan mesin

Sampah plastik menjadi pilihan ladang bisnis Baedowy. Alasannya sederhana. Di benak Baedowy, berbisnis sampah plastik tidak membutuhkan modal terlalu besar, persaingan tidak terlalu ketat, dan bisnis sampah tidak dihantui risiko besar. "Kalau tidak laku, bisa disimpan lagi," kata ayah tiga anak ini.

Dengan modal awal Rp 50 juta, Baedowy mendirikan pabrik penggilingan plastik yang dinamainya Fatahillah Interplastik. Namun, berbisnis sampah pun ternyata memiliki tantangan sendiri. Persaingan antarsesama pengusaha limbah plastik ternyata sangat ketat dan keras. Karena sebelumnya tak punya pengetahuan tentang sampah plastik dan minim peta perdagangan, tidak jarang Baedowy harus pulang dengan modal nyaris habis.

Kendala lain, satu-satunya mesin pemotong (crusher) plastik di pabrik Baedowy kerap ngadat sehingga produksinya terganggu. Situasi ini dialami Baedowy selama lebih dari dua tahun. "Sambil jalan, saya belajar betulin mesin itu. Saya bongkar, kemudian pasang lagi. Pokoknya sampai hafal betul isi perut mesin itu," ujar Baedowy.

Penggemar lagu-lagu Beatles dan Lobo ini juga memperdalam pengetahuannya tentang jenisjenis plastik dan sumber-sumber limbah plastik. Kini, Baedowy mengaku semakin paham ragam jenis plastik dan hasil dari daur ulang dari setiap sampah plastik tersebut.

Gelas plastik air mineral, misalnya, memiliki kode PP, singkatan dari polypropylene, sementara botol air mineral atau botol jus memiliki kode PET (polyethylene tereththalate). Berbeda jenis limbah plastik, berbeda pula harganya di pasaran.

Sambil menjalankan usahanya itu, Baedowy rajin mengunjungi pameran industri, terutama yang berkaitan dengan mesin pengolah plastik. Brosur-brosur tentang mesin pengolah plastik dikumpulkannya. Sampai di kantor atau di rumah, Baedowy lantas menggambar ulang dan mempelajari cara kerja mesin tersebut.

Kini, laki-laki tamatan Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka Malang ini tidak hanya mampu berbisnis daur ulang limbah plastik. Melalui perusahaannya, CV Majestic Buana Group, di Cimuning, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, Baedowy juga membuat mesin-mesin pengolah limbah plastik, antara lain mesin penghasil pelet plastik, mesin crusher penghasil pencacah plastik, dan mesin pengolah lainnya.

Mesin-mesin itu ia jual kepada mitra, istilah Baedowy kepada relasi bisnisnya yang sama-sama mengolah limbah plastik. Ia juga diminta membangun mesin atas pesanan instansi pemerintah. Dua di antaranya dari Departemen Kelautan dan Perikanan serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Prestasi

Baedowy mengakui bahwa mesin-mesin tersebut bukan seutuhnya orisinal hasil pemikirannya sendiri.

"Mesin-mesin itu sudah ada, tetapi saya ubah lagi sesuai dengan kebutuhan pengguna dan kondisi yang ada di lapangan," tutur suami Ririn Sari Yuniar ini.

Hampir enam tahun menggeluti bisnis daur ulang sampah plastik, Baedowy tidak hanya memperoleh keuntungan materi hingga puluhan juta rupiah per minggu, tetapi juga lebih dari 40 mitra yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Dari mitra- mitra tersebut, Baedowy dipasok hasil olahan sampah plastik, yang kemudian diekspor ke China. Puluhan warga Cimuning pun dikaryakan di pabrik Baedowy.

Selain memproduksi cacahan plastik, pabrik Baedowy juga memproduksi lakop (ujung) sapu ijuk dari bahan daur ulang sampah plastik, yang kemudian dijual ke pabrik dan perajin sapu ijuk dengan harga Rp 500 per buah. "Saya kewalahan memenuhi pesanan. Jarang ada stok di gudang saya," ujar Baedowy.

"Masalah sampah adalah masalah besar yang dihadapi bangsa kita. Tetapi, kalau sampah diolah secara tepat, dengan teknologi yang tepat, dan ada peluang memasarkan hasil daur ulangnya, sampah ini bisnis bernilai dollar," papar Baedowy.

"Saya punya obsesi untuk menyebarluaskan pengetahuan saya ini kepada orang lain," katanya menambahkan. Cokorda Yudistira



Post Date : 27 November 2006