|
SURABAYA (SINDO) – Tak selamanya sampah jadi barang hina tanpa fungsi. Dengan sentuhan kreatif, sampah bisa punya nilai guna bagi masyarakat. Salah satunya menjadi bahan bakar minyak (BBM). Inovasi inilah yang dilakukan Dewi Kurniasari Darmawan, mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Universitas Katolik Widya Mandala (UWM) Surabaya. Dengan kreasinya,sampahplastikberhasil diubah jadi BBM yang bisa dipakai sebagai pengganti minyak tanah (mitan). Penemuan ini berawal dari rasa risih Dewi ketika melihat sampah bertebaran di sekitar Surabaya. Lalu,muncul pikiran untuk mengatasi masalah sampah plastik sekaligus memikirkan bagaimana caranya agar sampah itu bermanfaat bagi hajat hidup orang banyak. ”Sampah plastik itu mengandung polystyrene (PS) dan polypropylene (PP) yang bias menghasilkan likuid. Likuid itu bisa digunakan untuk pengganti mitan atau BBM yang lain,”ujar Dewi. Untuk memperoleh likuid, anak kedua dari tiga bersaudara itu harus membakar sampah plastik dengan suhu 600–700 derajat Celsius. Dia hanya butuh tungku dengan ketinggian 3–4 meter untuk membakarnya. Setelah itu,Dewi melakukan uji komposisi. Dari situ, muncul bukti kalau kandungan likuid sama dengan kandungan mitan maupun solar. ”Jadi, tergantung masyarakat memakai untuk apa. Kalau mau dipakai mitan paling cocok,”ungkapnya. Untuk mengembangkan inovasi itu, perempuan yang sehari-hari tinggal di Jalan Kalijudan Barat IV,Surabaya, ini hanya bermodal tungku dan pemanas.Tak perlu ongkos mahal. Tungku bisa dibeli di pasar tradisional di Surabaya, sementara pemanas banyak dijumpai di toko elektronik. ”Cuma pemanasnya harus yang tinggi sehingga bisa menghasilkan kekuatan panas hingga 700 derajat Celsius,” ucapnya. Menurut Dewi, ibu rumah tangga juga bisa memanfaatkan teknologi tepat guna (TTG) untuk menghasilkan mitan dari sampah plastik. Proses pembuatannya juga tidak terlalu rumit. Bahkan, kalau pemerintah daerah ingin mengembangkan teknologi ini, konsumsi BBM bisa ditekan. ”Tidak ada salahnya menciptakan BBM sendiri. Kalau tergantung pada sumber daya alam (SDA), tidak mungkin selamanya. Makanya, kita juga harus bisa berhemat,” ungkapnya. Penelitiannya yang berjudul ”Distribusi Produk Likuid pada Prolisis Limbah Plastik”itu pun menjadikannya mahasiswa lulusan terbaik UWM 2008.Dia menghabiskan waktu setahun untuk menemukan manfaat sampah itu. ”Mencari alatnya itu yang sebenarnya lama sehingga membuang banyak waktu untuk penelitian,” ungkapnya. Gas Metan Jadi Pembangkit Listrik Di Kota Malang,teknologi pemanfaatan sampah jadi sumber energi juga sedang dikembangkan. Bedanya, di Malang lebih fokus ke gas metan––zat berbahaya yang biasanya dilepaskan sampah yang menggunung. Gas yang berpengaruh besar pada pemanasan global ini dimanfaatkan sebagai energi pembangkit listrik. Upaya ini dikembangkan oleh Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Universitas Gerf Belanda,dan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang. Menurut Ketua Tim Penanganan Gas Metan Prof Dr Laode M Kamaludin, berdasarkan penelitian di TPA Supit Urang,Kota Malang, dari luas 5 hektare dan kedalaman tumpukan sampah sekitar 15 meter, setiap tahunnya tempat itu mampu menghasilkan 118,2 juta m3 gas metan. ”Apabila diolah dengan baik, gas metan sebanyak itu mampu menghasilkan listrik sekitar 5,5 juta kwh per tahun atau sekitar 463.300 kwh per bulan. Tentunya ini bisa dimanfaatkan untuk mengaliri kebutuhan listrik masyarakat di sekitar TPA,” tuturnya kemarin. Dari sekian besar daya listrik yang dihasilkan, nilainya sama dengan sekitar Rp2,324 miliar per tahun atau sekitar Rp193,173 juta per bulan. Kerja sama memanfaatkan gas metan ini mulai diwujudkan dengan pendirian laboratorium gas metan di TPA Supiturang. Kemarin, batu pertama tanda dimulainya pembangunan mulai diletakkan. ”Mulai hari ini (kemarin), laboratorium penelitian gas metan di TPA Supit Urang dimulai pembangunannya dan akan dijadikan sebagai salah satu pusat studi gas metan di Indonesia,”ucapnya. Sementara itu,Kepala Bidang Lokasi Pembuangan Dinas Kebersihan Kota Malang Djoko Munari mengatakan, potensi pengelolaan gas metan di TPA Supit Urang sangat besar. Timbunan sampah di TPA itu bisa mencapai 700-1.300 m3 per hari. Diperkirakan, potensi gas metan yang terkandung mencapai 118.234.147 m3 per tahun. Menurut dia, PBB akan memberikan imbal balik untuk penanganan gas metan ini. ”Kalau tidak salah, PBB akan menghargai USD9-10 per m3 gas metan yang berhasil dimusnahkan dan tidak terlepas ke udara.Tentunya ini bisa jadi potensi besar untuk menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) Kota Malang,” ujar Djoko. Pemanfaatan gas metan itu akan mengurangi kandungan karbondioksida (CO2) yang dilepas sampah ke udara. Sekadar diketahui, satu m3 gas metan yang lepas ke udara bebas mengandung 22 m3 karbondioksida. Jika ditangani khusus, dengan membakar gas metan secara khusus untuk diolah menjadi energi pembangkit listrik, karbondioksida yang lepas ke udara bebas bisa ditekan. Saat ini, luas TPA Supit Urang yang sudah dimanfaatkan untuk pembuangan sampah mencapai sekitar 15 ha, terdiri dari enam bagian atau sel. Dari enam bagian tersebut, empat di antaranya sudah penuh dan tidak bisa lagi menampung sampah. ”Saat ini tinggal sel 2 dan sel 6 yang masih mampu menampung sampah.Diperkirakan, tahun ini dua sel tersebut sudah tidak mampu menampung lagi volume sampah di Kota Malang,”tuturnya. Rencananya, untuk menampung sampah rumah tangga di Kota Malang,Dinas Kebersihan Kota Malang akan kembali melakukan membangun sel baru dengan memanfaatkan sisa lahan yang ada di sisi barat TPA Supit Urang. (aan haryono/yuswantoro) Post Date : 08 November 2008 |