|
Bandung, Kompas - Sampah yang meluber di tempat pembuangan sampah Desa Banjaran, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, mengganggu kegiatan belajar mengajar setidaknya empat sekolah, yaitu SMK Pasundan I, SMK Pasundan II, SMP Pasundan I, dan SMA Pasundan. Lokasi tempat pembuangan sampah (TPS) tersebut tepat di depan pintu masuk SMK Pasundan II, SMP Pasundan I, dan SMA Pasundan. Gundukan sampah seluas 60 meter persegi itu berisi sampah non-organik maupun sampah organik. Karena tidak ada jalan alternatif, siswa yang keluar masuk sekolah lewat di samping tumpukan sampah sambil menutup hidung menahan bau menyengat. "Sudah beberapa minggu tidak ada truk yang datang mengangkut sampah sehingga tumpukan sampah makin banyak," ujar Kepala SMK Pasundan I Ade Sudrajat beserta Wakil Kepala Sekolah Hubungan Industri SMK Pasundan I Suhiyatna, Kamis (24/1). Menurut Suhiyatna, TPS tersebut dimulai lima tahun silam. Lokasi tersebut dipilih karena di atas tanah milik PT Kereta Api sehingga tidak ada warga yang keberatan. Hanya saja, TPS yang berjarak sekitar 20 hingga 25 meter dari empat sekolah tersebut menyebabkan para murid terganggu. "Jendela di enam kelas yang berbatasan dengan tumpukan sampah terpaksa ditutup dengan plastik agar bau sampah tidak terlalu mengganggu, ditambah dengan pengharum ruangan di tiap kelas," tutur Suhiyatna. Kepala Dinas Kebersihan Kabupaten Bandung Achmad Kusyana mengatakan, keterlambatan pengangkatan sampah di TPS itu disebabkan dana talangan dari APBD 2008 belum turun. Rusaknya beberapa kendaraan pengangkut sampah juga menyumbang keterlambatan. Camat Banjaran Iman Irianto menyatakan akan minta penjelasan pihak sekolah maupun masyarakat mengenai TPS tersebut. Diharapkan, pertemuan semua pihak akan menjelaskan masalah sekaligus mendapatkan solusi terbaik. Pengolahan sampah Sehubungan dengan pemanfaatan kembali Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah yang ditutup sejak 2005, dibutuhkan teknologi pengolahan sampah. Teknologi itu membutuhkan biaya Rp 600 miliar. Dengan teknologi tersebut, ditargetkan 100 ton sampah lama dan 872 ton sampah baru per hari diolah menjadi tenaga listrik dan kompos. Peneliti Konversi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Irhan Febijanto, Kamis (24/1), menuturkan penerapan teknologi pengolahan sampah di TPA Leuwigajah menunggu persetujuan pemerintah pusat. "Biayanya sangat besar. Jepang juga menawarkan pinjaman lunak, jadi perlu dimasukkan dalam blue book Bappenas," ujar Irhan. Teknologi ini, menurut Irhan, mengolah sampah organik untuk dikomposkan melalui proses fermentasi metana dan pengonversian sampah menjadi tenaga listrik melalui pembakaran sampah non-organik, seperti plastik. Menurut studi yang dilakukan Institut Teknologi Bandung, di lahan TPA Leuwigajah terdapat 3,1 juta kubik atau 1,6 juta ton sampah. Ini belum ditambah 872 ton sampah per hari dari Kota Cimahi, Kabupaten, dan Kota Bandung. Sementara itu, Ketua Paguyuban Wargi Peduli Lingkungan Widyo Utomo menolak teknologi apa pun dalam penggunaan kembali TPA Leuwigajah. Menurut dia, tugas pemerintah memasyarakatkan budaya pemilahan sampah sebelum dibuang ke TPA. (eld/A15) Post Date : 25 Januari 2008 |