|
Jakarta, Kompas - Tanpa ada kesadaran lingkungan dan perubahan perilaku, sampah akan tetap menjadi persoalan utama Jakarta. Kesadaran untuk peduli terhadap lingkungan dan kebersihan sepatutnya dimulai sejak dini dan dari pribadi. ”Sampah berkaitan dengan budaya, gaya hidup, dan perilaku. Sampah ini masalah dalam masyarakat adab,” kata Kardinal Julius Darmaatmadja SJ, Uskup Agung Jakarta, di sela-sela sarasehan ”Peran Agama-agama dalam Menjawab Masalah Lingkungan Hidup di Jakarta”, yang diselenggarakan Gerakan Iman Peduli Jakarta (Gempita) di Aula Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Jakarta, Sabtu (21/6). Data Dinas Kebersihan DKI Jakarta menunjukkan, sekitar 15,3 persen dari 6.000 ton sampah, yang dihasilkan warga Jakarta, dibuang sembarangan. Sampah itu dibuang di jalan, kali atau sungai, dan taman kota. Selain mengotori lingkungan, timbunan sampah di sungai atau kali ikut memperparah banjir. Dalam catatan Kompas, sebagian besar sampah dari Jakarta dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang, Kota Bekasi. Sampah-sampah itu ditimbun dan ditumpuk tanah sehingga membentuk bukit-bukit sampah. Bukit-bukit sampah kini sudah hampir memenuhi areal TPA seluas 108 hektar tersebut. Pemerhati sosial dari Nurcholis Madjid Society, Yudhi Latif, mengatakan, membangun kesadaran peduli lingkungan bisa menjadi salah satu langkah nyata pelaksanaan dialog antaragama. Persoalan lingkungan, khususnya sampah, adalah hal yang tidak menimbulkan multitafsir. (COK) Post Date : 22 Juni 2008 |