|
Bandung, Kompas - Longsornya timbunan sampah di Tempat Pembuangan Akhir Leuwigajah, Kota Cimahi membuat Kota Bandung kesulitan membuang sampahnya. Untuk mengantisipasi semakin menggunungnya sampah di Kota Bunga ke depannya, pihak Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung tengah menjajaki kemungkinan penggunaan tempat pembuangan akhir Cieunteung di Kota Bandung yang sudah tidak difungsikan. Demikian dikemukakan Direktur Utama Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan Kota Bandung Awan Gumelar, Rabu (23/2) di Bandung. Apabila dapat dimanfaatkan, pihaknya akan menerapkan sistem sanitary landfill untuk pengolahan sampah di kawasan yang tergolong datar tersebut. Menurut Kepala Unit Penelitian dan Pengembangan PD Kebersihan Sudartoyo, pemanfaatan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cieunteung tersebut dihentikan sejak tahun 1990-an karena tidak mampu menampung sampah lagi. Namun, setelah lama ditinggalkan, pihaknya berharap volume sampah di TPA tersebut mengalami penyusutan sehingga celah ruangan yang tersisa akibat penyusutan sampah dapat digunakan untuk menampung sampah. "Penyusutan volume sampah di tiga TPA tersebut diharapkan menyisakan ruang sehingga dapat diisi kembali dengan sampah," kata Sudartoyo. Produksi sampah di Kota Bandung berkisar 7.500 meter kubik per hari. Jumlah ini belum termasuk sampah rumah sakit, industri, dan yang lainnya. Dari jumlah itu, 63,5 persen adalah sampah basah dan sisanya sampah plastik, kertas, pecah belah, logam, dan tekstil. Dari 7.500 meter kubik sampah itu, sejumlah 3.800 meter kubik diangkut ke TPA Leuwigajah, Kota Cimahi, dan 700 meter kubik diangkut ke TPA Jelekong, Kabupaten Bandung. Selebihnya ditimbun di tempat pembuangan sementara (TPS) untuk diangkut pada hari berikutnya. Menumpuk Sejak dihentikannya penggunaan TPA Leuwigajah akibat longsor, Senin dini hari lalu, sejumlah sampah menumpuk di beberapa TPS di Bandung. Di sejumlah tempat, timbunan sampah meluber hingga ke jalan raya. Di Jalan Mohammad Toha, misalnya, beberapa bak penampungan sampah di pinggiran jalan penuh terisi sampah hingga tercecer di sekitar bak. Di depan Pasar Cihaurgeulis, sampah belum terangkut dan meluber ke pinggiran jalan. Timbunan sampah ini menimbulkan bau tak sedap. Sejumlah warga mengeluhkan onggokan sampah yang sampai ke jalan. Oki, salah satu warga di Jalan Mohammad Toha mengeluhkan bau sampah yang sangat mengganggu ketika hujan tiba. "Paling susah kalau turun hujan. Bau sampah menyengat sampai ke dalam rumah," kata Oki, yang rumahnya hanya berjarak lima meter dari bak penampungan. Pembuangan sampah untuk sementara dialihkan ke TPA Jelekong. Akan tetapi, pembuangan sampah sempat terhambat kemacetan akibat banjir di Kabupaten Bandung. Selasa lalu, pihaknya hanya mampu membuang sekitar 450 meter kubik sampah ke TPA Jelekong akibat banjir. Sedangkan sampah yang terangkut ke TPA pada hari Rabu sekitar 126 rit atau 1.260 meter kubik, sisanya menumpuk di TPS. Sementara itu, jumlah TPS yang tersedia di Kota Bandung selama ini tidak memadai. Menurut Awan, jumlah TPS mencapai 184 buah, sedangkan kebutuhan TPS di Kota Bandung diperkirakan 400 TPS. Untuk mengurangi timbunan sampah, Awan meminta kesediaan warga untuk mendahulukan pembuangan sampah organik dan menahan pembuangan sampah anorganik ke bak sampah selama beberapa waktu. "Untuk mengurangi sampah di TPA, warga diharapkan memilah-milah sampah yang akan dibuang. Sampah anorganik sebaiknya tidak dibuang ke bak sampah dulu karena lebih lama terurai dibandingkan dengan sampah organik," katanya. Sudartoyo memprioritaskan pengangkutan sampah dari tempat dan fasilitas umum, di antaranya, pasar, rumah sakit, dan jalan. Adapun sampah rumah tangga sementara ditampung di TPS. (LKT) Post Date : 24 Februari 2005 |