|
Jakarta, Kompas - Jembatan gantung Condet yang putus hingga Minggu (11/2) belum diangkat. Akibatnya, sampah di Sungai Ciliwung yang tersangkut rangka jembatan penghubung kawasan Condet, Jakarta Timur, dengan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, itu semakin menumpuk. Warga dapat berjalan menyeberangi sungai di lokasi itu melalui tumpukan sampah. Berdasarkan pantauan, banyak warga memilih menyeberangi Ciliwung dengan cara seperti itu, sementara air sungai tetap mengalir dari bawah tumpukan sampah. "Sebenarnya nekat juga menyeberangi sungai melalui sampah. Tetapi mau bagaimana lagi, karena kalau harus memutar terlalu jauh," kata Amrul Hadi, warga Pejaten Timur. Sebelum jembatan putus, Amrul cukup mengeluarkan uang Rp 10.000 untuk ongkos ojek anaknya yang sekolah di Condet. Karena jembatan gantung Condet putus, anaknya kini harus naik ojek dengan rute memutar dengan ongkos Rp 20.000. Aso Sudarso, Ketua RT 03 RW 08, Pejaten Timur, meminta agar pemerintah segera memindahkan sampah di Ciliwung itu. "Karena membangun kembali jembatan butuh waktu berbulan-bulan, untuk tahap awal sebaiknya pemerintah membuatkan eretan atau rakit untuk mengangkut warga yang ingin menyeberang dari Condet ke Pasar Minggu dan sebaliknya," ujarnya. Warga di Kelapa Gading, Jakarta Utara, dan Pedongkelan, Kayu Putih, Jakarta Timur, juga mengeluhkan banyaknya sampah di mana-mana. Sampah-sampah rumah tangga, seperti meja kursi yang terendam, busa kasur, hingga berbagai kertas kardus, koran bekas, dan buku-buku basah, banyak ditumpuk di pinggir jalan, di depan rumah, dan tepi saluran air. Akibatnya, pemandangan kumuh dan jorok jelas terlihat. Lalat pun mengerubungi sampah-sampah rumah tangga tersebut. Di tepi Boulevard Kelapa Gading, persis di belokan menuju Kantor Kepolisian Sektor Kelapa Gading, sampah bahkan sudah meluber sampai ke badan jalan. Kondisi sama juga terlihat di Jalan Perintis Kemerdekaan, tepatnya di Pedongkelan, Kayu Putih. Di lokasi-lokasi sampah menumpuk tidak terlihat petugas kebersihan kota yang bekerja. Justru yang terlihat sibuk adalah para pemulung. Mereka sibuk membolak-balik tumpukan sampah mencari barang-barang bekas yang masih bisa dikumpulkan dan dijual. Lilik, warga Kebon Baru, berharap sampah-sampah yang sejak empat hari terakhir sudah dikumpulkan secara swadaya di depan rumah warga segera diangkut. Di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pun saat ini tertumpuk barang-barang dan sampah berlepotan lumpur. Petugas kurang Di Kelurahan Pondok Bahar, Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang, petugas pembersihan sampah belum sebanding dengan tumpukan sampah yang ada. Akibatnya, tumpukan sampah yang masih basah bercampur barang rumah tangga memicu munculnya bau tidak sedap. Selain sampah, di banyak lorong jalan di Pondok Bahar masih dipenuhi lumpur tebal. "Kami khawatir jika sampah dan tumpukan barang yang dibuang warga tidak segera dievakuasi akan menimbulkan dampak negatif baru. Sekarang saja, di kawasan kami sudah tercium bau tidak sedap," kata Zakaria (64), warga Blok P1 Perumahan Pondok Bahar, Kelurahan Pondok Bahar. Camat Karang Tengah M Syarif memperkirakan, pembersihan sampah dan barang rumah tangga tidak akan selesai dalam lima hari ke depan. Sementara itu, pengelola Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, PT Patriot Bekasi Bangkit (PBB), sudah menyiapkan lahan seluas lima hektar untuk menampung sampah sisa banjir di Jakarta. Pascabanjir, kiriman sampah ke TPA Bantar Gebang diakui meningkat tajam. Humas PT PBB Sriyanto Susilo, Minggu, mengatakan bahwa pihaknya belum dapat memastikan penambahan volume sampah yang dikirim ke TPA Bantar Gebang. "Dalam kondisi normal, kami menerima rata-rata 5.500 ton sampai 6.000 ton sampah dalam sehari," ujarnya. (cas/ndy/hln/cok/tri) Post Date : 12 Februari 2007 |