|
SURABAYA - Program pengelolaan sampah yang dilakukan Pusat Pemberdayaan Komunitas Perkotaan (Pusdakota) Ubaya di RT 04 RW 14, Rungkut Lor, layak dijadikan contoh. Mereka mengelola sampah warga menjadi kompos. Hasilnya, sebagian digunakan warga untuk penghijauan. Pusdakota memang memiliki teknologi pembuatan pupuk kompos yang ditularkan oleh salah satu lembaga di Jepang KITA (Kitakyushu Internatioal Techno-Cooperate Agency). "Setiap minggu, kami memproduksi 200 Kg kompos yang diolah dari sampah organik (sampah basah) masyarakat," kata Akhmad Badi, staf Pelita (Pengelolaan Lingkungan Terpadu) Pusdakota, kemarin. Menurutnya, sejak 2001 warga RT 04 RW 14 Rungkut Lor sudah terbiasa memisahkan sampah rumah tangganya. Mereka memisahkan sampah organik (yang mudah terurai) dan sampah anorganik (yang sulit terurai). Sampah-sampah itu dibungkus rapi oleh warga dan diletakkan di depan rumah. Setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu, Pusdakota mengambil sampah-sampah milik warga tersebut. "Ada sanksi bagi warga yang tidak memisahkan sampahnya. Yakni sampahnya tidak diambil," kata Badi. Setiap pegambilan dihasilkan sekitar 190 kg sampah organik dan 160 Kg sampah anorganik. "Yang sampah organik inilah yang kami olah menjadi kompos," kata warga RT 04 RW 14 Rungkut Lor yang bergabug di Pusdakota sejak 2001 ini. Ada dua orang di Pusdakota yang mengelola sampah. Selain Badi ada satu lagi bernama M. Luddin. Mereka berdua telah dilatih khusus oleh pakar dari Jepang. Sampah-sampah organik ini dimasukkan ke dalam keranjang-keranjang. Di dalamnya dicampur pupuk jadi dan sekam, lalu dipadatkan. Keranjang-keranjang itu ditumpuk-tumpuk. Bagian paling atas ditutup dengan keset, kemudian didiamkan selama seminggu. Setelah seminggu, sampah-sampah yang ada dalam keranjang itu diaduk-aduk dan didiamkan seminggu lagi. Saat sampah tadi sudah berwarna hitam seperti tanah, baru dipindahkan ke bak terbuka (open windrow). "Pada tahap ini, sampah didiamkan selama 6 minggu, baru jadi kompos," kata pria kelahiran 13 Juni 1983 ini. Jadi total pembuatan komposnya memakan waktu 8 bulan. Kompos-kompos ini digunakan untuk memupuk berbagai tanaman organik yang dikembangkan di Pusdakota. Sebagian lagi, diberikan ke warga yang membutuhkan. "Ada juga yang dijual," jelasnya. Kini model pengelolaan sampah ini juga sedang dikembangkan di wilayah lain, yakni RW 4, Tenggilis Utara. Namun saat ini masih dalam tahap pengorganisasian. "Yang sulit adalah membiasakan warga memisahkan sampah basah dan kering," terangnya. (tom) Post Date : 09 Maret 2005 |