|
Bandung, Kompas - Sampah yang longsor dari Tempat Pembuangan Akhir atau TPA Sarimukti ke sawah seluas 3 hektar menyebabkan warga sekitar TPA Sarimukti kembali menanyakan ketegasan pemerintah melunasi janjinya sebelum mengoperasikan TPA tersebut. Salah satu bentuk protes warga adalah memblokade jalan agar truk sampah tidak bisa masuk ke lokasi TPA. Aksi blokade itu dilakukan sekitar 25 orang yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Sampah (Fompes) Kecamatan Cipatat dan dimulai sejak pukul 08.00. Blokade tersebut masih berlangsung sampai berita ini diturunkan karena mereka gagal bertemu dengan perwakilan Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung sebagai operator TPA. "Kami memang sengaja tidak mengerahkan banyak massa karena tidak ingin berujung rusuh. Kami juga sudah meminta izin kepolisian sampai mengirimkan pemberitahuan kepada Dirjen Pekerjaan Umum Cipta Karya mengenai rencana blokade mereka," ujar Sekretaris Fompes Cipatat Iwan Ridwan, Selasa (1/5). Menurut rencana, perwakilan Fompes bertemu dengan Direktur Utama PD Kebersihan Kota Bandung Awan Gumelar hari ini pukul 13.00 di Kantor Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa Barat. Meski demikian, blokade tetap diteruskan sampai ada tindakan nyata dari pemerintah untuk menepati beberapa poin tuntutan Fompes. Iwan menjelaskan, ada beberapa poin yang diajukan Fompes antara lain penggantian tanah warga yang tertimbun longsor, penanganan infrastruktur-seperti pemasangan pipa pengalir gas metan dan kolam air lindi-dan penanganan bau yang dirasakan warga masih bermasalah. Wakil Ketua Fompes Taryana menjelaskan, blokade akan diteruskan sampai pemerintah menunjukkan tindakan nyata. Kalau pada pertemuan, Rabu, tetap diberi jawaban yang mengambang, blokade akan terus dilaksanakan. Longsor sampah Hujan deras menyebabkan tanggul penahan sampah di TPA Sarimukti jebol pada Selasa malam. Namun, puncaknya terjadi pada hari Rabu malam pekan lalu. Sampah sampai menimbun 3 hektar sawah milik warga. Selain itu, longsor juga menumbangkan lebih dari 100 pohon kelapa serta menggeser Sungai Cipanawuan sejauh 200 meter. Padahal, sawah yang tertimbun itu akan memasuki masa panen 20 hari berikutnya. Akibatnya, petani memanen padi yang belum terkena longsor meski belum waktunya, dengan risiko produksinya di bawah musim tanam sebelumnya. Sekretaris Lembaga Masyarakat Desa Hutan Sukamakmur Mamat Sukarso menjelaskan, pihaknya sudah berulang kali meminta agar tanggul segera dibangun untuk mencegah longsor. Sayangnya, musibah tersebut lebih dulu terjadi. "Hitung saja, setiap hari ada 200 rit truk yang memuat 2.000 ton sampah tiap hari dan sudah berlangsung selama hampir setahun. Bisa dipastikan sampah dengan volume lebih dari 600.000 ton tumpah," kata Mamat. (eld) Post Date : 02 Mei 2007 |