|
Bandung Barat, Kompas - Masih buruknya budaya masyarakat membuang sampah serta keterbatasan kemampuan instansi pemerintah dalam mengangkutnya menjadi salah satu penyebab banyaknya sampah yang masuk ke Waduk Saguling. Akibatnya, sampah yang sebelumnya berada di selokan permukiman akhirnya terbawa ke Sungai Citarum dan kemudian sampai ke Waduk Saguling. Sampah pun ikut berkontribusi dalam memperparah sedimentasi waduk, terlebih lagi sampah plastik yang baru bisa diurai dalam jangka waktu ratusan tahun. "Selain itu, ancaman lain adalah sedimentasi dan gulma. Munculnya sedimentasi sudah bisa dilihat dari kasus banjir lumpur di Kertasari, yang merupakan daerah hulu, pada bulan November ini," kata Manajer Pengelolaan Lahan dan Waduk Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling Djoni Santoso di Bandung Barat, Senin (19/11). Padahal, waduk tersebut difungsikan sebagai pembangkit listrik tenaga air dengan kapasitas produksi 700,7 megawatt. Keberadaan sampah menyebabkan air waduk mempercepat korosi pada peralatan PLTA, seperti turbin, yang berujung pada makin pendeknya usia PLTA. Menurut dia, penanggulangan sampah menjadi fokus utama dengan menggerakkan kesadaran masyarakat melalui Jumpa Bakti Lingkungan Alam Raya (Jambalaya) yang dilaksanakan untuk kelima kali dan berpusat di Desa Cihampelas, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat. Sampah merupakan polutan yang paling mudah dilihat secara kasatmata oleh masyarakat. Kompleks Menurut Manajer Umum UBP Saguling Sudibyanto, acara tersebut diharapkan menjadi pemicu gerakan moral masyarakat untuk bisa lebih mencintai lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan. Selain itu, dia juga meminta kerja sama dari seluruh pemerintah daerah untuk menyosialisasikan hal serupa pada tingkat terendah di masyarakat. "Kuncinya, kalau setiap keluarga bisa menjamin selokannya bebas dari sampah, Sungai Citarum pasti aman dari pencemaran," Sudibyanto menegaskan. Semakin banyaknya polutan yang masuk ke Waduk Saguling, ujarnya, mengakibatkan laju pertambahan sedimentasi di dasar waduk mencapai lebih dari 4 juta meter kubik per tahun. Kualitas air juga merosot dari C ke D, atau rekomendasi pemanfaatannya makin terbatas untuk pembangkit listrik saja. Sekretaris Perusahaan PT Indonesia Power Lili Tjarli menjelaskan, Waduk Saguling merupakan lokasi PLTA yang mempunyai masalah paling kompleks dibandingkan dengan pembangkit listrik di tempat lain di Indonesia. Penyebabnya, polutan yang masuk ke daerah tersebut merupakan paduan polutan alam seperti limbah pertanian dengan polutan dari rumah tangga. "Kalau dibandingkan dengan Sungai Serayu di Jawa Tengah, masalah yang dihadapi oleh PLTA di sana hanyalah limbah pertanian," ujar Lili. Selain itu, tidak semua penerima manfaat dari Sungai Citarum mau memberikan subsidi balik untuk pemeliharaan daerah hulu seperti DKI Jakarta. Padahal, dibandingkan dengan Waduk Jatiluhur, beban pencemaran sekaligus penyaringan polutan yang dihadapi Waduk Saguling paling berat. (eld) Post Date : 20 November 2007 |