Wonosari, Kompas - Berbeda dengan sampah di daerah lain yang masih menumpuk, gunungan sampah di Tempat Pembuangan Akhir Wukirsari, Wonosari, mulai berkurang pada Rabu (26/8).
Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul bekerja sama dengan Organisasi Masyarakat Gerakan Masyarakat Agraris (Gemari) telah memproduksi pupuk organik dari tumpukan sampah.
Tiap hari, sampah di TPA Wukirsari bertambah sebanyak 35 ton. Jika tidak diolah, sampah-sampah tersebut hanya akan menumpuk dan membusuk, apalagi para pemulung hanya mengangkut sampah plastik dan kertas. Satu ton sampah bisa diolah dengan mesin pengolah dan menghasilkan 300-400 kuintal pupuk organik.
Menurut penanggung jawab produksi pupuk organik di TPA Wukirsari, Tulus Widodo, volume sampah sempat mencapai 3.000 ton ketika pertama kali akan diolah menjadi pupuk organik.
”Kami menargetkan tumpukan sampah lama di TPA Wukirsari bisa bersih pada November mendatang,” kata Tulus.
Jika seluruh tumpukan sampah telah diolah, pengolahan pupuk organik akan difokuskan pada pengolahan sampah baru. Sampah yang belum membusuk membutuhkan perlakuan berbeda untuk dekomposing selama 14 hari. Dari pemrosesan sampah, setiap harinya bisa diproduksi hingga 80 ton pupuk organik.
Pemrosesan sampah menjadi pupuk organik ini menggunakan alat berat pengolah pupuk organik dengan biaya produksi yang cukup mahal. Untuk bahan bakar solar saja bisa menghabiskan 250 liter per hari. Dana pengadaan mesin pengolah sampah mencapai hingga Rp 800 juta.
Tumpukan sampah diayak dan dipisahkan berdasarkan ukuran mulai dari plastik, kerikil, hingga sampah organik. Menurut Sekretaris Pengurus Pusat Gemari Agustinus Pat Madyana, 50 persen dari total produksi kompos telah terpasarkan. Pemerintah Gunung Kidul diharapkan turut mempromosikan kompos dari TPA Wukirsari ini. Aman
Dari pengolahan sampah, pemerintah Gunung Kidul memperoleh retribusi Rp 2,5 dari setiap kilogram sampah yang dijadikan kompos. Saat ini, menurut Pat, Gemari telah memproduksi hingga 2.500 ton kompos. Harga jual kompos curah dari TPA Wukirsari sebesar Rp 200 per kilogram atau lebih murah dari harga pasaran yang di atas Rp 300.
Apalagi, lanjut Pat, pengujian kompos dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Gunung Kidul menunjukkan bahwa kompos dari Gunung Kidul ini aman bagi lingkungan karena tidak mengandung logam berat berbahaya.
Kepala Hubungan Masyarakat Gunung Kidul CB Supriyanto mengatakan pengolahan sampah menjadi kompos bisa mengurangi volume tumpukan sampah sehingga bisa menangguhkan rencana perluasan TPA Wukirsari. Sebelumnya, pemkab berencana mencari lahan baru seluas dua hingga tiga hektar untuk perluasan TPA. (WKM)
Post Date : 27 Agustus 2009
|