|
[JAKARTA] Pembuangan sampah di perairan Kepulauan Seribu semakin memprihatinkan. Sampah yang berasal dari 13 anak sungai di Jakarta itu, kini mengancam kawasan taman nasional laut. Menurut Bupati Kepulauan Seribu, Djoko Ramadhan, penumpukan sampah di perairan Kepulauan Seribu pada 2005, sudah sejauh 45 kilometer dari pinggir pantai utara Jakarta. "Tahun ini, sampah yang masuk ke perairan Kepulauan Seribu bisa mencapai 65 kilometer. Soalnya, volume sampah dari 13 aliran sungai di Jakarta, sekitar 300 meter kubik per hari," kata Djoko, di Jakarta, Rabu (10/5). Dia mengatakan, penumpukan sampah yang sejauh 65 kilometer itu, semakin mendekati kawasan taman nasional laut. Saat ini, sampah dari daratan Jakarta sudah memasuki zona penyangga taman nasional laut, antara lain di Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Kelapa, dan Pulau Harapan. "Kalau masalah ini, tidak diperhatikan secara serius, dalam beberapa tahun ke depan bisa mencapai zona inti taman nasional laut yang merupakan kawasan konservasi dan cagar alam," ujar Djoko. Dia mengungkapkan, sudah banyak pengelola resort yang mengeluhkan keberadaan sampah di sekitar perairan Kepulauan Seribu. Kondisi itu, dirasakan mengganggu kegiatan pariwisata di Kepulauan Seribu yang memang mengandalkan potensi laut. Jika masalah sampah tidak segera diatasi, lanjut Djoko, bukan tidak mungkin angka kunjungan wisatawan ke Kepulauan Seribu akan berkurang. "Makanya, perlu ada gerakan pembersihan sampah secara menyeluruh baik di laut maupun di daratan terutama di 13 sungai di daratan Jakarta," kata Djoko. Saat ini, lanjutnya, Kepulauan Seribu hanya mampu menyetor ke kas daerah sebesar Rp 2 miliar per tahun dari sektor pariwisata. Setoran itu, berasal dari kunjungan wisatwan ke sembilan pulau yang dikhususkan untuk kegiatan pariwisata, antara lain Pulau Ayer, Matahari, Bidadari, Putri, dan Kotok Timur. Padahal ada 45 pulau yang dikhususkan untuk resort atau kunjungan wisatawan. "Kalau 45 pulau bisa aktif, setoran ke kas daerah bisa mencapai Rp 90 miliar," ujar Djoko. Tidak Terangkut Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI, Mukhayar RM, mengatakan, sampah yang menumpuk di perairan Kepulauan Seribu kebanyakan berasal dari sampah warga yang dibuang ke sungai. Hal itu, lanjutnya, disebabkan sekitar 20 persen dari 20 ton sampai 30 ton sampah per hari di setiap kelurahan tidak terangkut ke tempat pembuangan akhir. Akibatnya, warga membuang sampah di sungai. "Contohnya di Kampung Melayu. Banyak papan bertuliskan jangan buang sampah di sini, buang aje ke kali," kata Mukhayar yang merupakan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sementara itu, Komisaris PT Asiana Technologies Lestary, Poltak Sitinjak, mengatakan, sampah yang terbuang ke Kepulauan Seribu paling banyak dari Cengkareng Drain dan Banjir Kanal Barat (BKB). PT Asiana Technologies Lestary adalah operator alat penyaring sampah di Jakarta. "Cengakareng Drain dan BKB lebarnya sekitar 80 meter, cukup lebar dibanding sungai yang lain, sehingga daya tampung terhadap sampah banyak sekali," kata Poltak. Menurut dia, pembersihan sampah di sungai kini tidak mungkin lagi dilakukan dengan cara manual yang memanfaatkan tenaga manusia. Namun, perlu adanya teknologi canggih berupa penyaring sampah otomatis. PT Asiana kini telah memasang sejumlah alat penyaring sampah otomatis mekanikal elektrikal hydraulic di Sungai Cideng, Waduk Pluit, Teluk Gong, dan Sungai Sunter. Alat penyaring itu, mampu mengangkat sampah sebanyak 135 meter kubik per hari. Untuk tahun ini, pihaknya akan kembali memasang lima penyaring sampah otomatis di Pulomas, Rumah Pompa Waduk Selatan, Sungai Grogol, dan Mookevart. Nilai investasinya Rp 25 miliar dengan bermitra dengan Pemprov DKI Jakarta. [J-9] Post Date : 11 Mei 2006 |