|
Bandung, Kompas - Apabila dikelola secara benar, sampah dapat menjadi komoditas. Jadi, bukan sekadar benda tidak berharga yang dapat menimbulkan persoalan. Demikian antara lain benang merah yang mengemuka dalam talk show tentang Permasalahan dan Solusi Pengelolaan Sampah yang diselenggarakan Harian Kompas di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) Bandung, Sabtu (18/6). Sampah merupakan persoalan pelik bagi masyarakat, khususnya di Kota Bandung. Solusinya, menurut Mubiar Purwasasmita, Ketua Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, menanamkan paradigma masyarakat untuk melakukan pemilahan antara sampah organik dan non-organik. Melalui proses pemilahan, masing-masing jenis sampah dapat menjadi komoditas. Untuk sampah non-organik seperti kertas, plastik, dan besi dapat didaur ulang sehingga memiliki nilai jual. Contohnya, botol bekas air kemasan dijual antara Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per kg, kertas bekas Rp 400/kg, gelas bekas Rp 200/kg, dan campuran plastik dihargai Rp 500/kg. Sampah jenis organik juga tidak kalah penting karena merupakan bahan baku utama pembuatan kompos. Dalam sistem pertanian organik, kompos merupakan pilihan utama dalam mengolah tanah. Biaya pembuatan kompos relatif lebih murah dibandingkan harga pupuk buatan. Untuk bahan baku, hanya dibutuhkan sampah organik yang banyak tersedia di tempat pembuangan akhir dan tempat pembuangan sampah terpadu. Dengan menerapkan sistem pertanian organik, menurut Atamimi, Ketua Asosiasi Pelaku Agrobisnis Pertanian Organik, hasil produksi justru naik 30-60 persen. Dalam satu hektar sawah organik rata-rata menghasilkan 8-9 ton gabah. Sementara, sawah non-organik hanya mampu menghasilkan 5-6 ton. Pembicara lainnya, Direktur Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung Awan Gumelar, penyanyi Sam Bimbo, dan seniman Andar Manik. (d10) Post Date : 20 Juni 2005 |