|
Jakarta, Kompas - Setelah banjir surut, Jakarta kini menjadi tempat sampah berserakan. Di hampir semua sudut jalan, perkantoran, kawasan industri, permukiman warga, pintu air, dan muara sungai di wilayah itu sampah dan lumpur berserakan. Berbagai jenis sampah, seperti kasur, puing bangunan, batang kayu, kayu gelondongan, misalnya, memenuhi saringan sampah Kali Jelangkeng di Jalan Pluit Raya, Jakarta Utara. Selain yang dibawa air 13 sungai di Jakarta, sampah memenuhi pula jalan-jalan permukiman warga. Berbagai jenis perabot rumah tangga yang terendam air dibuang pemiliknya, seperti sofa, kasur, dan barang elektronik. Barang-barang itu umumnya rusak karena terendam air dan bercampur lumpur. Sampah yang terbawa sungai dalam dua hari ini, menurut Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Eko Bharuna, Kamis (8/2), meningkat dua kali lipat, dari 300 meter kubik per hari menjadi 600 meter kubik per hari. Peningkatan tersebut menyebabkan Dinas Kebersihan DKI kewalahan karena peralatan yang tersedia tidak seimbang dengan sampah yang ada. Sampah yang terangkut pada awal banjir 2-5 Februari masih berupa sampah rumah tangga yang dibuang ke sungai. Namun, setelah itu sampah berganti dengan puing-puing rumah yang hanyut dan segala perabotan. Pengamatan menunjukkan, sampah yang menumpuk di Pintu Air Manggarai, Kamis, diangkut dengan menggunakan alat angkut ukuran besar. Namun, jumlah truk pengangkut sampah terbatas sehingga pengangkutan berjalan lama. Eko mengatakan, Dinas Kebersihan DKI memiliki 736 truk pengangkut, tetapi sebagian besar digunakan untuk mengangkut sampah di dalam kota. Adapun untuk mengangkut sampah dari sungai hanya tersedia 10 unit truk, ditambah 4 unit dari suku dinas kebersihan. Jumlah truk pengangkut tersebut tidak imbang dengan sampah yang ada. Karena itu, Dinas Kebersihan DKI berencana bekerja sama dengan swasta, untuk mengangkut sampah. Sampah rumah tangga diangkut sampai ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Bantar Gebang. Adapun sampah berupa puing rumah hanya sampai ke dekat TPA itu agar dapat diambil oleh para pemulung. Kebijakan tersebut diambil karena TPA Bantar Gebang sulit mengolah puing-puing rumah tangga. (eca/cal/cas/arn/hln/nel) Post Date : 09 Februari 2007 |