|
BANDUNG, (PR).- Akibat ditutupnya tempat pembuangan akhir (TPA) Leuwigajah, belasan ribu meter kubik sampah per hari di wilayah Bandung Raya (Kota Bandung, Kab. Bandung, dan Kota Cimahi) menumpuk di pinggir-pinggir jalan dan rumah-rumah penduduk. Produksi sampah warga Kota Bandung baik sampah organik maupun nonorganik setiap harinya mencapai 7.500 meter kubik. Sementara sampah di wilayah Kabupaten Bandung setiap hari mencapai 8.000 m3. Sedangkan volume sampah Kota Cimahi rata-rata 400 m3/hari. Di seputar Kota Bandung terlihat tumpukan sampah menggunung di sejumlah tempat-tempat pembuangan sementara (TPS) maupun stasiun transfer di Kota Bandung. Bahkan di pinggir-pinggir jalan seperti di Jln. Sudirman dekat Pasar Andir, sampah terlihat menggunung dan menimbulkan bau tidak sedap. Di seputar Kota Cimahi, terlihat tumpukan sampah di sejumlah TPS di Kota Cimahi mulai menggunung. Akibatnya, penarikan sampah dari rumah-rumah penduduk ke TPS pun dihentikan. Hal itu pun sempat menimbulkan protes dari masyarakat. Direktur Utama Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan Kota Bandung, Awan Gumelar mengatakan dalam beberapa hari ini terjadi tumpukan sampah di seputar Kota Bandung karena tidak terangkut ke TPA Leuwigajah. "Kami mohon maaf kepada warga Kota Bandung, jika dalam beberapa hari ini sampah-sampah tidak terangkut. Mohon ini dimaklumi, karena TPA di Leuwigajah longsor. Sekarang ini kami sedang mengupayakan TPA alternatif," ujarnya kepada "PR" usai kunjungan Menko Kesra Alwi Shihab di lokasi bencana TPA Leuwigajah, Cimahi, Selasa (22/2). PD Kebersihan Kota Bandung akan mengalihkan pembuangan sampah ke TPA Jelekong Kab. Bandung. Selain itu, akan meneliti kemungkinan membuang ke TPA Cileungsi, juga di Kab. Bandung. Namun untuk meminimalkan produksi sampah terutama sampah rumah tangga, masyarakat diminta untuk berpartisipasi mengurangi produksi sampah dari rumahnya masing-masing lewat "3M" (mengurai, memanfaatkan dan mendaur ulang) sampah. Awan mengaku belum tahu pasti kapan pembuangan sampah di Kota Bandung akan kembali normal seperti biasa. Sebab, hal itu tergantung kondisi TPA alternatif apakah mampu menampung sampah dalam jumlah besar, kondisi cuaca apakah hujan atau tidak hingga kondisi lingkungan apakah rute yang dilalui truk sampah banjir atau tidak. "Kami sendiri berharap persoalan ini segera tuntas. Namun demikian, mengingat sifatnya emergency (darurat), maka yang penting bisa terangkut," tandasnya. Wali Kota Bandung Dada Rosada menyatakan mengatasi sampah di Kota Bandung pasca longsornya TPA Leuwigajah bukan pekerjaan mudah. Apalagi, saat ini nyaris tidak ada lagi lahan kosong di Kota Bandung untuk dijadikan TPA. "Guna mengatasi semakin bertumpuknya sampah, antara Pemkot Bandung, Pemkot Cimahi dan Kabupaten Bandung sepakat mencari tempat pengganti," kata Dada di sela-sela meninjau banjir di Kec. Rancasari, Bandung Selasa kemarin. Secara terpisah, Ketua DPRD Kota Bandung Husni Muttaqien, menyarankan agar Pemkot berusaha mandiri dengan mencari lokasi TPA di wilayahnya sendiri, misalnya TPA Pasir Impun. Sebab, jika TPA berada di wilayah lain, tidak semua sampah bisa terangkut karena jaraknya jauh di samping kemungkinan adanya hambatan nonteknis lainnya. "Kita kan memiliki TPA Pasir Impun. Kenapa tidak dimanfaatkan saja ?" ujarnya. Menurut Husni, persoalan sampah maupun TPA-nya, sebenarnya sudah jauh-jauh hari menjadi topik bahasan. Sebab, sistem persampahan di Kota Bandung perlu ditangani lebih serius lagi. Misalnya, antara sampah organik dan nonorganik dipisahkan. "Persoalnnya, untuk menyediakan tempat sampah berikut tulisan organik dan nonorganik, dibutuhkan biaya tidak sedikit. Meskipun demikian, masalah ini akan kita sampaikan ke eksekutif untuk menjadi bahan bahasan," tutur dia. Kab. Bandung Menyusul ditutupnya TPA Leuwigajah, sampah dari wilayah Kabupaten Bandung kini pembuangannya dikonsentrasikan ke Tempat Pembuagan Akhir (TPA) Babakan Ciparay. "Sebetulnya ada dua lokasi alternatif untuk pembuangan sampah dari Kabupaten Bandung setelah ditutupnya TPA Leuwigajah, yaitu TPA Babakan Ciparay dan Pasir Buluh di Lembang. Namun saat ini lebih dikonsentrasikan ke TPA Babakan Ciparay," kata Kepala Dinas Kebersihan Kabupaten Bandung, Ir. H. Sudirman, M.Si., didampingi Kasubag TU, H. Nana Suryana, S.H., M.Si. Menurut Sudirman, pilihan pembuangan sampah ke TPA Babakan Ciparay karena letaknya lebih dekat. Sementara TPA Pasir Buluh di Kecamatan Lembang selain jaraknya cukup jauh, juga jalan menuju ke sana berkelok-kelok. Disebutkan, TPA alternatif yang ada di Babakan Ciparay masih menggunakan sistem yang sangat sederhana. Setelah sampah diturunkan dari dam dibiarkan saja terbuka di lokasi tanpa penimbunan yang dikenal dengan sistem open dumping. Luas lahan di lokasi tersebut ada sekitar 8 ha. Ke depannya sistem pengelolaan sampah di TPA tersebut bisa ditingkatkan lagi dengan sistem controlled landfield - yang diratakan di lokasi dan dilakukan kontrol. Sedangkan untuk melangkah pada sistem sanitary landfield - yang diratakan dan ditimbun menggunakan lapisan tanah dan pasir - bagi Kabupaten Bandung masih belum mampu. Adanya lokasi alternatif untuk pembuangan sampah di Babakan Ciparay, tidak ada masalah bagi Kabupaten Bandung untuk membuang sampah dari masyarakat. Namun, dirinya mengakui ketika TPA Leuwigajah baru dinyatakan ditutup pengangkutan sampah sempat tersendat, kecamatan-kecamatan pun telah diberitahukan lewat surat atas hambatan tersebut. Mulai Selasa kemarin pengangkutan sampah kembali lancar. Sampah di seluruh wilayah Kabupaten Bandung setiap hari yang bisa terangkut rata-rata sekira 1.232 m3 atau baru sekira 17,40 %, sedangkan sampah di perkotaan yang terangkut sudah mencapai 40,68 %. Sementara jumlah tumpukan sampah keseluruhan mencapai 8.000 m3 lebih, dengan asumsi produksi sampah setiap hari sebanyak 2 liter setiap orang dikalikan jumlah penduduk 4.189 jiwa. Kota Cimahi Pemerintah Kota Cimahi sampai saat ini masih kesulitan mencari alternatif lain yang bisa dijadikan tempat pembuangan sampah. Hal itu diakui Wali Kota Cimahi, Ir. H.M. Itoc Tochija, M.M. Saat ini Pemkot Cimahi masih mencari alternatif yang bisa digunakan, di antaranya daerah di sekitar Sumedang, Babakan Arjasari, dan Cileungsi Kec. Lembang. Mengingat, Pemkab. Bandung berkeberatan jika Kota Cimahi membuang sampahnya ke TPA Jelekong. Menyikapi belum adanya tempat pembuangan baru, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi Ir. Arlina Gumira K. M.Si mengatakan, pihaknya telah meminta seluruh camat dan lurah di Kota Cimahi untuk segera menginformasikan kepada warganya agar untuk menyetop pembuangan sampah. Pihaknya pun mengharapkan pengertian dari seluruh masyarakat Cimahi agar memahami kondisi yang ada saat ini. "Jika terpaksa, sebetulnya kita masih bisa membuang sampah ke TPA Leuwigajah Cimahi. Asalkan, hanya sampah yang dari Cimahi saja karena jumlahnya relatif kecil dibandingkan Kota Bandung atau Kab. Bandung," tuturnya. Wakil Gubernur Jawa Barat Nu'man Abdul Hakim mengatakan sudah mendesak dilakukan perubahan paradigma pengolahan sampah di Jawa Barat. Bahkan, Nu'man mengistilahkan mekanisme pengolahan sampai yang dilakukan saat ini sudah tidak lagi beradab, sehingga tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) seperti itu harus segera ditutup, termasuk TPAS Leuwigajah. "Bahkan, sebelum musibah menimpa sebagian masyarakat yang tinggal berdekatan dengan TPA Leuwigajah pun, saya sudah berulang mengatakan kita harus secepatnya mengubah manajemen pengelolaan sampah saat ini, yang terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar. Bahkan, dari aspek teknis teknologi yang ada saat ini adalah teknologi warisan lama pada 1970-an," ungkap Nu'man Abdul Hakim kepada wartawan di Gedung Sate Bandung, Selasa (22/2). Musibah longsoran gunungan sampah yang menimpa rumah-rumah penduduk terjadi tidak lama setelah sebelumnya Nu'man bersama pimpinan kepala daerah dari beberapa kota/kabupaten membahas pengolahan sampah terpadu (Kab./Kota Bandung, Kota Cimahi, Kab. Sumedang, dan Kab. Garut). Hanya saja, saat itu sempat muncul keluhan Nu'man karena kurangnya komitmen dari beberapa pimpinan kota/kabupaten. Ia mengatakan mekanisme pengolahan sampah dengan open dumping sudah jauh tertinggal karena tidak mungkin menampung limpahan sampai seiring bertambahnya penduduk. Itu cara-cara yang digunakan pada 1970-an. Ada juga yang menggunakan teknis biogas atau sanitary lanfield. "Tapi itu kita lewat dan kita mencoba menawarkan konsep pengolahan sampah terpadu yang mengoordinasikan pengolahan sampah di lima kota dan kabupaten yang berdekatan, yakni Kota dan Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kab. Garut, dan Kab. Sumedang," tuturnya. Konsep tersebut dinamakan Great Bandung Waste Management Corporation. "Selama 30 tahun pengelolaan sampah tidak secara komprehensif. Selama ini filosofi pengelolaan sampah yang dilakukan kita selama ini adalah dikumpulkan, ditampung, lalu dibuang di tempat akhir. Ini tidak manusiawi karena sampah itu pada akhirnya ada kandungan kimia yang berbahaya bagi lingkungan," ujarnya. Nu'man mengungkapkan saat ini sampah di kawasan Bandung Raya telah mencapai 4,5 juta ton per hari. Jika dalam satu bulan sampah itu dikumpulkan, lanjutnya, akan menutupi Lapangan Gasibu Bandung setinggi enam meter atau setinggi Gedung Telkom di Jalan Japati. "Bisa dibayangkan ketika itu menimpa rumah-rumah penduduk dalam jarak lebih dari satu kilometer," tuturnya. Ia menyatakan, sekarang Bandung Raya punya Leuwigajah dan Jelekong, dan beberapa TPA lainnya. Ke depan tidak mungkin karena lahan itu semakin sempit, sehingga sebetulnya harus ditutup. Jika pengelolaan sampah hanya dibuang saja seperti selama ini, lahan seluas 100 ha itu dalam 25 tahun akan habis dipenuhi sampah. Karena itu, tambahnya, harus ada upaya-upaya penanganan teknologi sampah. "Dalam jangka pendek, kita bisa mengaplikasikan teknologi insenerator untuk membakar sampah sampai bubuk terkecil yang tidak berbahaya bagi manusia. Harganya memang relatif mahal yakni Rp 1 miliar untuk satu buah insenerator. Yang harus diperhatikan adalah juga harus ada pemisahan antara sampah domestik/rumah tangga dan rumah sakit yang harus berbeda manajemen dan cara pengelolaannya," ucap Nu'man Abdul Hakim. Keteledoran Sementara itu, menurut pakar lingkungan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr. Ir. Mubiar Purwasasmita, longsornya gunungan sampah di TPAS Leuwigajah lebih dikarenakan keteledoran pemberian izin maupun pengawasan pelaksanaannya. Bukankah, masyarakat setempat tinggal lebih awal ketimbang TPA tersebut, kenapa bisa ada izin dekat dengan lokasi pemukiman. "Selain itu, kenapa membangun TPA di tempat yang tinggi, padahal struktur tanah di sebagian besar Jabar memang bersifat labil," ungkap Mubiar.(A-64/A-73/A-100/A-106/A-115/A-136/A-146) Post Date : 23 Februari 2005 |