Sampah dan kereta rel listrik, dua hal yang sepertinya terpisah. Namun, ternyata sampah menjadi momok bagi keselamatan perjalanan kereta.
Betapa tidak, karena sampah yang menumpuk di sisi kanan dan kiri rel membuat persinyalan kereta terganggu. Perjalanan kereta menjadi tidak dapat terdeteksi.
Pada semester pertama 2011 sudah terjadi 50 kali gangguan sinyal di wilayah Depok. Kepala Resor Sinyal Telekomunikasi Depok PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi Satu Ahmad Supriadi mengatakan, salah satu penyebab utama gangguan adalah tumpukan sampah di area lajur rel. Tumpukan sampah itu membuat proses korosi kabel sinyal menjadi lebih cepat.
Peristiwa terakhir gangguan sinyal terjadi hari Minggu (25/9) sore. Gangguan itu terjadi saat Tim Biru PT KAI membersihkan sampah di sisi utara Stasiun Depok Baru. Tim Biru (tim penertiban) tidak sengaja memutuskan kabel sinyal. Kabel sinyal tersebut seharusnya tertanam di dalam tanah. Namun, karena ada tumpukan sampah, kabel sinyal berada di atas tanah.
Di sisi utara Stasiun Depok Baru, sampah bahkan menumpuk bertahun-tahun. Pedagang yang juga mendirikan lapak di sekitar rel tersebut membuang sampah sembarangan. Selain menebar bau busuk, area rel di sisi utara Stasiun Depok Baru menjadi lembab.
Acong (36), pedagang tahu di sisi utara Stasiun Depok Baru, mengakui kebiasaan buruk pedagang. Mereka membuang sampah seenaknya karena volume sampah jauh lebih besar dibandingkan dengan daya angkut petugas kebersihan. Acong memahami keinginan PT KAI menata kawasan tersebut.
Kompas bahkan menemukan dua pipa saluran pembuangan air dari lapak-lapak pedagang ke arah rel.
Lima tahun terakhir ini, sisi utara Stasiun Depok Baru secara perlahan berubah menjadi pasar tumpah. Pedagang lebih senang berjualan di sana ketimbang di Pasar Kemiri Muka, yang letaknya sekitar 200 meter dari tempat itu. Mereka memanfaatkan lokasi yang berdekatan dengan stasiun sehingga memudahkan penumpang kereta berbelanja setelah bepergian.
Berangkat dari kondisi buruk itu, PT KAI mulai menertibkan kawasan itu sejak dua minggu. Senior Manager Security PT KAI Daerah Operasi Satu Akhmad Sujadi menginginkan kawasan itu kembali seperti sebelumnya. Selain sampah, tim penertiban juga menertibkan bangunan liar di area seluas 4 hektar itu.
Teladan baik
Di tengah buruknya kondisi sekitar rel, ada teladan baik di Bogor yang patut diketahui publik. Bram Nurdiansyah (36) bersama sejumlah rekannya, pengamen di dalam KRL, memilih membersihkan sampah di tepi rel di sekitar Stasiun Bogor, Jawa Barat, Rabu (28/9). Bukan hendak menjadi pemulung, melainkan mereka ingin berbuat sesuatu bagi tempat mereka ”bekerja”.
Sejak pukul 08.00, Bram berjalan kaki menyusuri rel ke arah pintu pelintasan Pasar Anyar. Bermodal karung untuk mengangkut sampah dan gancu, Bram membersihkan sampah di sekitar rel. Bentuk sampah itu macam-macam, tetapi sebagian besar kemasan plastik.
Dari pintu pelintasan Pasar Anyar, mereka bergerak ke arah Stasiun Bogor, masuk di peron satu, kemudian setelah itu melanjutkan hingga ke pintu pelintasan menuju Sukabumi.
Ada sekitar 50 orang yang terlibat bersih-bersih jalur pelintasan kereta sepanjang 700 meter itu. Separuhnya dari Komunitas Simfoni Kereta Api (KSKA), semacam paguyuban pengamen di Stasiun Bogor. Selain itu, ada juga petugas Stasiun Bogor. Kebetulan hari itu merupakan HUT Ke-66 PT KAI.
Menurut Andre, Ketua KSKA, pengamen hendak berbuat sesuatu untuk KRL yang kerap menjadi lokasi mencari penghidupan. Beberapa tahun terakhir, KSKA menginisiasi kerja bakti setiap Jumat untuk membersihkan sampah di sekitar rel.
”Ini soal estetika juga. Stasiun menjadi kotor karena penumpang dan masyarakat sekitar sembarangan membuang sampah,” tuturnya.
Dia berharap akan ada gerakan rutin guna menyadarkan sejumlah pemangku kepentingan di sekitar pelintasan KRL untuk mau peduli dan tidak sembarangan membuang sampah. Hal itu bisa dilakukan pula dengan sosialisasi dalam bentuk seni di stasiun, sekaligus ada semacam sukarelawan untuk ”menegur” orang-orang yang membuang sampah sembarangan di KRL.
Terlebih, membuang sampah di sepanjang area rel bukan sekadar soal estetika, melainkan juga menyangkut keselamatan ribuan orang.(Andy Riza Hidayat/Antony Lee)
Post Date : 29 September 2011
|