|
SALING membantu di masa-masa sulit merupakan prinsip yang masih tertanam di benak sebagian warga Gunung Kidul. Kesulitan air dan kekeringan sepanjang kemarau tidak menyurutkan warga bekerja sama, dan membantu mereka yang susah. Di Dusun Serpeng Kidul, Desa Pacarejo, Kecamatan Semanu, warga yang memiliki sumur merelakan air sumurnya diambil oleh tetangga yang kesulitan air. Sumur milik Sumarti (38), misalnya, sering didatangi warga yang minta air. Sumarti pun rela memberikan air sumur miliknya, tanpa minta imbalan. Sering kali warga yang mengambil air di sumurnya mencapai belasan orang pada saat subuh atau malam hari, sehingga mereka harus antre untuk mendapatkan air. Ketika air sumur diambil tanpa henti, Sumarti terkadang tidak kebagian air. Ia pun akhirnya menunggu sekitar setengah jam, hingga air di sumur kembali muncul. "Saya dapat mengambil air kapan saja. Yang penting, tetangga yang datang mendapat air lebih dahulu," katanya. Emi (33), warga Dusun Mendang, Desa Ngestirejo, Kecamatan Tanjungsari, membenarkan, warga yang kekurangan air dapat minta air dari warga yang memiliki cadangan air. "Tapi, kalau saya, ya tidak minta seterusnya. Sungkan, ewuh pakewuh, nek njaluk terus (Segan kalau minta terus-menerus)," katanya. Tolong-menolong antarwarga juga terjadi saat penyaluran bantuan air. Warga yang memiliki bak penampungan air berukuran cukup besar bersedia meminjamkan baknya dijadikan tempat penampungan bantuan air. Selanjutnya, warga yang membutuhkan air dapat mengambil air sesuai jatah, 1-2 pikul air, setiap pikul terdiri dua jeriken berkapasitas 40 liter. Sumijem (36), warga Dusun Dayaan I, Desa Kemiri, Kecamatan Tanjungsari, mengaku tidak masalah ketika baknya diisi air bantuan pemerintah. "Sudah diatur, sehingga tidak ada warga yang tidak kebagian air. Saya pun kebagian," kata Sumijem, yang beberapa kali meminjamkan baknya untuk menampung bantuan air. Demikian pula, sebagian warga bekerja sama membeli air dalam tangki. Harga air dalam tangki berkapasitas 5.000 liter yang Rp 25.000- Rp 100.000, dirasakan terlampau mahal bagi sebagian warga. Untuk itu, mereka memilih membeli dengan dana yang dikumpulkan bersama-sama. Kepala Dusun Guyangan, Desa Kemiri, Kecamatan Tanjungsari, Mukiyat, membenarkan bahwa warga yang kekurangan air dan tidak memiliki uang cukup untuk membeli air, bergabung dengan warga lainnya untuk bersama-sama membeli air. "Kalau dibeli bersama-sama, biayanya lebih murah. Air cukup ditampung di salah satu bak milik warga, kemudian dibagikan secara merata," katanya. Kebersamaan di saat susah inilah yang seakan menjadi "obat penawar" kepedihan dan kesulitan yang rutin dialami warga Gunung Kidul sepanjang musim kemarau. Sekalipun di masa krisis air, kepedulian terhadap sesama justru meningkat. "Hidup di masyarakat, susah dan senang harus sehati. Saling membantu di saat kesusahan," kata Sumarti, seraya tersenyum. (luq) Post Date : 11 Oktober 2004 |