Meskipun menjadi kebutuhan vital bagi rakyat, infrastruktur air bersih mendapat perhatian dan anggaran yang paling rendah dari semua jenis infrastruktur di Indonesia, dan Jakarta khususnya. Di sektor transportasi, pemerintah memberi subsidi bahan bakar minyak dan membangun jalan dengan anggaran ratusan triliun rupiah. Infrastruktur kelistrikan juga mendapat subsidi triliunan rupiah.
Infrastruktur air bersih diserahkan kepada badan usaha milik daerah tanpa subsidi. Di sisi lain, tarif tidak diserahkan ke mekanisme pasar sehingga kondisi keuangan BUMD menjadi tidak sehat. Dari 450 PDAM yang ada, hanya 17 PDAM memiliki kondisi keuangan sehat.
Ketidakadilan pemerintah semakin menjadi-jadi saat kewa- jibannya untuk menyediakan air baku tidak dilakukan dengan baik. Pertumbuhan jumlah penduduk tidak diikuti dengan penambahan debit air baku sehingga krisis air bersih mulai terjadi di kota-kota besar, termasuk Jakarta.
Pemerintah pusat juga tidak menghapuskan utang ratusan PDAM sebesar Rp 5,5 triliun, termasuk utang PAM Jaya yang Rp 1,6 triliun. Hanya bunga utang PDAM, yang melayani puluhan juta orang, yang dihapuskan. Padahal, untuk menyela- matkan Bank Century yang nasabahnya ribuan orang, peme- rintah mau mengucurkan Rp 6,5 triliun.
Pendiri Indonesia Water Institute Firdaus Ali mengatakan, khusus untuk mengatasi krisis air bersih di Jakarta, pemerintah harus turun tangan membantu PAM Jaya. Pemerintah perlu mengambil tiga langkah, yakni meningkatkan kemampuan keuangan PDAM agar mampu memperluas jaringan pipa, mengamankan sumber air baku, dan menambah sumber air baku.
Langkah pertama, pemerintah menghapus utang PAM Jaya sebanyak Rp 1,5 triliun. Penghapusan utang itu akan menurun- kan imbal air atau water charge dari Palyja Rp 7.500 per meter kubik menjadi Rp 4.500 per meter kubik dan di Aetra dari Rp 5.900 per meter kubik menjadi Rp 3.000 per meter kubik.
Selisih imbal air itu dapat dipakai untuk mempercepat penggantian pipa lama dan penambahan jaringan pipa baru. Selama ini, kedua operator PAM Jaya memiliki jaringan pipa sepanjang lebih dari 11.000 kilometer dan 75 persennya adalah pipa lama yang banyak bocor. Keterbatasan dana segar membuat kedua operator itu hanya mampu mengganti dan menambah pipa baru maksimal 400 kilometer per tahun.
Langkah kedua, pemerintah perlu membangun sifon atau terowongan bawah sungai di Kali Bekasi dan Cikarang untuk menjaga kuantitas dan kualitas pasokan air dari Jatiluhur. Di sisi lain, rencana pembangunan jaringan pipa sepanjang 78 kilometer untuk membawa air bersih 9.000 liter per detik dari Jatiluhur ke Jakarta perlu segera diwujudkan.
Langkah ketiga, untuk menjamin ketersediaan air baku di Jakarta, Pemprov DKI perlu membangun reservoir atau tempat penampungan air hujan skala besar di Jakarta. Reservoir itu dibangun di atas tanah atau di bawah tanah asal air hujan dapat ditampung dan tidak langsung terbuang ke laut. Sungai- sungai besar di Jakarta harus direvitalisasi agar dapat menjadi sumber air baku. Jakarta memiliki 13 sungai utama dan 2 kanal banjir yang seharusnya layak menjadi sumber air baku.
Direktur PT Aetra Air Jakarta Syahril Japarin mengatakan, Kanal Banjir Timur (BKT) dapat menjadi reservoir jika peme- rintah mau memasang dua pintu air untuk menahan laju air ke laut. Air dari BKT dapat memenuhi kebutuhan warga di sisi timur Sungai Ciliwung selama 10 hari.
Namun, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo belum memiliki program revitalisasi sungai agar dapat menjadi air baku sampai akhir masa jabatannya pada 2012. (ECA/ART/ARN/WIN)
Post Date : 25 Juni 2010
|