|
BEKASI - Niat warga Perumahan Kemang Pratama Kota Bekasi untuk mengelola sendiri sampah dan keamanan ternyata hanya menjadi mimpi belaka. Ini karena pihak pengembang hingga kini masih tidak menginginkan hal tersebut. Padahal, soal pengelolaan sampah warga telah berencana mengelola sampah rumah tangga menjadi kompos. Bahkan, Surat Keputusan (SK) Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad pada 5 Juni 2008 menegaskan agar pengelolaan kebersihan di Perumahan Kemang Pratama diserahkan kepada warga bekerja sama dengan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Pemerintah Kota Bekasi. Anehnya, SK Wali Kota yang mendukung ide warga itu hingga kini belum dilaksanakan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bekasi, Dedy Djuanda. Warga pun kaget bukan kepalang. “Ada apa di balik SK yang tidak dilaksanakan oleh pejabat tersebut. Jangan-jangan ada ‘main’ dengan pengembang dengan sang pejabat sehingga SK tersebut sengaja diendapkan,” kata Ketua RW 36 Perumahan Kemang Pratama II, Agus Kurniawan dan sekreratisnya, Ny Sisca Andy Julizar dengan beberapa pengurus RW lainnya ketika ditemui SH, Senin (11/8) siang . Padahal, kata Agus, di lingkungan RW 36 yang terdiri dari 11 RT terdapat sedikitnya 700 keluarga yang berpotensi memproduksi sampah untuk dijadikan pupuk kompos. Selain sampah rumah tangga dapat didaur ulang menjadi barang yang mempunyai nilai ekonomis, tentu uang retribusi kebersihan dari warga sebagian dapat disetorkan ke kas daerah untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bekasi. Hal itu diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 07 tahun 2005 tentang retribusi pelayanan kebersihan yang merupakan kontribusi warga secara langsung ke kas daerah. Agus menambahkan, jika saja SK Wali Kota Bekasi itu dilaksanakan, selain menambah PAD, juga dapat membantu pemerintah dalam bidang lingkungan hidup dengan memanfaatkan daur ulang sampah. Tetapi, itu semua terganjal akibat kepentingan uang keamanan dan kebersihan yang dipungut pengelola perumahan, ditambah mandeknya SK Wali Kota Bekasi yang tidak dilaksanakan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bekasi. Masuk Kotak Wali Kota Mochtar Mohamad kepada SH mengakui telah menerbitkan SK itu. Dia menduga anak buahnya yang “main” dengan pengembang sehingga SK itu tidak dilaksanakan. “Kalau SK saya belum dilaksanakan Dinas Kebersihan dan Pertamanan, berarti ada yang bermain. Lihat saja nanti pejabat seperti itu akan masuk kotak,” tambahnya. Ia berjanji akan memanggil pejabat terkait kenapa SK-nya itu belum dilaksanakan. Mengelola sampah secara swakelola oleh warga apalagi bisa didaur ulang sehingga sampah mempunyai nilai ekonomis, itu perhatian yang luar biasa dari masyarakat terhadap arti lingkungan. “Ini harus kita dukung karena masalah sampah bukan gampang dan selama ini menjadi suatu persoalan di Kota Bekasi seperti kehadiran Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Bantar Gebang,” tuturnya. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bekasi, Dedy Djuanda mengakui, pihakya kini sedang melakukan persiapan untuk pelaksanaan SK Wali Kota itu. ”Besok akan kami rapatkan masalah ini,” katanya melalui telepon selulernya. Ia juga mengakui harus mempersiapkan jumlah armada angkutan sampah yang dikerahkan untuk Kemang Pratama. Di Kompleks Kemang Pratama II Kota Bekasi, disebutkan iuran warga untuk kebersihan dan keamanan per bulan antara Rp 98 juta hingga Rp 100 juta. Iuran itu dibebankan kepada warga mulai dari rumah tipe kecil hingga tipe besar Rp 180.000 hingga Rp 200.000 per keluarga tiap bulan. Ini sebuah potensi jika kebersihan ditangani pemerintah yang dapat mendongkrak PAD. Namun, mengingat selama ini kebersihan ditangani pengelola perumahan, sehingga tidak ada uang retribusi yang masuk kas daerah, kendati sudah diatur dalam Perda. Kini, sampah yang acak-acak dari bak sampah berceceran di saluran (got) menjadi pemandangan di Perumahan Kemang Pratama, Kota Bekasi. Kalau niat baik warga mengelola sampah secara swadaya dihalang-halangi, bagaimana peran serta masyarakat akan muncul dalam ikut membangun Kota Bekasi? Jonder Sihotang Post Date : 12 Agustus 2008 |