|
Sejak menghuni kios di lantai dasar Pasar Cipulir tahun 2006, Esa (46) sudah tahu banjir bisa datang sewaktu-waktu. ”Namun, mau apa lagi karena untuk bisa mendapatkan tempat lain lebih tidak terjangkau. Pelanggan tahunya kami ada di sini sehingga para pedagang, ya, cuma bisa pasrah dan terus berdagang,” katanya. Luapan Sungai Pesanggrahan merendam lahan parkir dan lantai dasar Pasar Tradisional Tekstil Cipulir yang dikelola PD Pasar Jaya di Jalan Ciledug Raya, Jakarta Selatan, Selasa (3/4). Aktivitas mencari rupiah bagi sedikitnya 600 pedagang langsung terhenti. Hingga Rabu belum semua pedagang bisa beraktivitas normal. Esa menunjukkan sebagian dagangan berupa celana pendek warna-warni yang berubah berwarna kecoklatan, basah, dan bau. ”Mungkin ada 10 kodi (1 kodi berisi 20 potong) yang jadi jelek begitu,” kata Esa. Sebagian pelanggan memilih hengkang saat melihat Cipulir terendam air. ”Kemarin ada tiga pelanggan dari Lampung dan Palembang mau belanja ke sini. Begitu tahu banjir, mereka mencari barang ke Tanah Abang. Padahal, para pelanggan sudah ada yang memesan 10 hingga 30 kodi. Harga per kodi bisa Rp 400.000-Rp 500.000. Mereka akhirnya cari barang di Tanah Abang meski harganya lebih tinggi dari sini,” kata Bakri (46), pemilik kios B Lestari. Menurut Bakri, saat tahu air sungai di samping pasar mulai naik, dia bergegas menuju Pasar Cipulir. Namun, Bakri tak sempat menyelamatkan semua barang dagangannya. Padahal, lantai dasar kiosnya sudah ditinggikan 60 sentimeter setelah banjir besar pada 2007. Henra Samsir (42), pedagang pakaian anak-anak, mengaku merugi. ”Seharusnya dalam dua hari ini ada 20 bal (1 bal berisi 20 lusin) pakaian anak-anak dikirim, tetapi terpaksa ditunda. Artinya, dua hari ini tidak ada pemasukan,” kata Samsir. Manajer PD Pasar Jaya Unit Pasar Besar Cipulir Johana Damar menjelaskan, banjir menggenangi seluruh lantai dasar pasar. Ketinggian air dalam kios mencapai 70 sentimeter. Menurut Lihardin, Asisten Manajer PD Pasar Jaya Unit Pasar Besar Cipulir, di lantai dasar ada 726 tempat usaha berupa 698 kios dan 28 gerai. Semuanya terendam banjir. Secara keseluruhan, di pasar itu terdapat 3.311 tempat usaha milik 2.500 pedagang. Para pedagang berharap pasar segera direnovasi atau ditinggikan. Rencana renovasi pasar sudah muncul pascabanjir 2007, tetapi hingga kini belum terealisasi. Pedagang sudah beriuran Rp 333.000 per bulan. Lihardin mengatakan, Pasar Cipulir Blok A rencananya direnovasi pada 2011-2012 dan Blok B tahun 2013. Mendulang uang Banjir di satu sisi membuat warga menderita, tetapi di sisi lain justru menjadi ladang penghasilan baru bagi warga di sekitar lokasi banjir. Kondisi itu dirasakan oleh warga yang terjebak banjir di seputaran Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat. Sejak Rabu pukul 06.00, Sudadi (42) dan beberapa temannya sudah berdiri di median jalan yang membelah Jalan Daan Mogot. Mereka mengarahkan pengendara sepeda motor dan mobil yang ingin memutar arah melewati median jalan guna menghindari banjir di depan Kantor Bersama Samsat Jakarta Barat. Pagar pembatas telah dibongkar dan beberapa bongkah beton telah disingkirkan. Tanah tanpa penghalang itu akhirnya menjadi U-turn dadakan yang ramai dilintasi pengendara. ”Putar saja Pak, putar. Depan banjirnya dalam,” ujar Sudadi kepada seorang pengemudi taksi. Pengemudi taksi lalu membelokkan taksinya. Dua orang mendorong taksi dari belakang. Setelah berhasil memutar arah, seorang kawan Sudadi meminta balas jasa kepada si pengemudi. Uang Rp 1.000 atau Rp 2.000 didapat dari setiap kendaraan. Hanya dalam waktu singkat, kendaraan berbaris untuk berputar arah. ”Cari uang, Mbak,” ujar Sudadi sambil memasukkan rupiah ke tas plastik. Hingga pukul 12.00, putaran dadakan itu masih ramai dilintasi pengendara karena banjir belum juga surut. Ketinggian air di Jalan Daan Mogot Kilometer 13 itu sekitar 50 sentimeter. Tak sedikit pengendara yang nekat menerobos banjir dan terjebak di tengah genangan. Di sepanjang Jalan Daan Mogot Kilometer 12-13 ada setidaknya enam titik putaran dadakan. Empat sampai lima orang berjaga di setiap titik. Mereka mengarahkan kendaraan agar berputar di titik itu, membantu mendorong kendaraan lewat, lalu meminta imbalan. Median jalan yang tadinya hijau oleh rumput berubah menjadi tanah becek di putaran dadakan itu. Pagar median jalan sudah ambruk. Beton pembatas dijadikan semacam alas agar ban mobil atau sepeda motor tidak selip saat berputar. Banjir dan kemacetan parah di Jalan Daan Mogot juga dimanfaatkan oleh sopir angkutan umum untuk mendulang uang. Mereka menaikkan tarif dari Rp 2.000 menjadi Rp 3.000. ”Kondekturnya bilang, enggak ada mobil, banjir. Kalau tidak mau bayar Rp 3.000, penumpang disuruh turun. Mau tak mau saya bayar daripada tidak sampai tujuan,” ujar Ira (25), penumpang Kopaja 88 jurusan Kalideres-Slipi. Sebelumnya, Ira ditawari tukang ojek yang mau mengantar dari Harmoni menuju Kalideres. Ongkosnya Rp 100.000. Di Jalan Panjang, di depan kompleks perumahan Green Garden, Kedoya, ada pula ”jasa” dorong sepeda motor atau mobil yang hendak menembus banjir setinggi 40 sentimeter yang menggenangi ruas jalan itu. Beberapa anak kecil berdiri di perempatan, lalu mendekati pengendara sepeda motor yang akan melintas. ”Mau didorong motornya enggak, Mbak?” ujar seorang bocah laki-laki. Bocah-bocah itu juga menawarkan jasa mengangkat sepeda motor melewati median jalan yang tinggi untuk berputar arah. Tarif yang diminta Rp 1.000 untuk satu kendaraan. (PINGKAN E DUNDU/FRANSISCA ROMANA/NELI TRIANA) Post Date : 05 April 2012 |