|
Tidak seperti siswa sekolah menengah pertama umumnya di Tanah Air, Jumat (1/2) pukul 10.00, ratusan siswa SMP Negeri 220 di Jalan Mangga I, Tanjung Duren, Jakarta Barat, mengakhiri kegiatan belajarnya. Maklum, kaki mereka mulai kedinginan oleh genangan air setinggi 30 sentimeter yang mengepung ruang kelas mereka. Dua penjaga sekolah, Abdullah dan Sulaiman, mulai menutup pintu-pintu dan jendela. Sementara Fauzi, bendahara sekolah, masih sibuk membereskan catatan laporan keuangannya. Sayup-sayup Fauzi mendengar suara berdebum. ”Ah, paling pagar tembok roboh lagi,” katanya sambil melanjutkan pekerjaannya. Tetapi belum sempat ia menarik napas, tiba-tiba ia mendengar Abdullah berteriak-teriak, ”Tolong! Tolong! Anakku terbawa banjir!” Fauzi pun tersentak dan lari menghampiri suara Abdullah. Begitu ia keluar dari ruang kerjanya, Fauzi menyaksikan gelombang air pasang yang bak air bah bergerak cepat menghampirinya. Air menyusup masuk lewat kaca-kaca jendela nako ke setiap ruang dan memorakporandakan seluruh isinya. Karena kerasnya benturan air dengan dinding dan perabot sekolah, beberapa sepeda motor milik para guru yang diletakkan di atas meja-meja siswa berjatuhan ke lantai. Saling tindih. Fauzi sejenak menghentikan langkahnya. Ia melihat anak Abdullah yang baru berusia dua tahun terombang-ambing di atas meja siswa yang mengapung. Syukur akhirnya Abdullah bisa menyelamatkan anaknya. Fauzi sendiri terkepung air yang hampir seleher. Ia buru-buru kembali ke ruang kerjanya, menyelamatkan perangkat komputer utama dan catatan-catatan penting lainnya. Nyaris ambruk Hatinya teriris ketika melihat penghargaan juara nasional kebersihan dan kerindangan se-Indonesia tahun 1997 yang diperoleh SMPN 220 tercabik-cabik oleh banjir. Hal serupa terjadi pada puluhan penghargaan, baik berupa plakat, piala, vandel, dan trofi lainnya. Penghargaan lain itu di antaranya adalah penghargaan sebagai juara bulu tangkis nasional tahun 2006 yang berlangsung di Semarang, Jawa Tengah, serta penghargaan sebagai juara pencak silat nasional 2006. ”Saya seperti tidak percaya menyaksikan hal itu,” kenangnya ketika ditemui Selasa siang di sekolah yang kini senyap itu. Ia duduk di sebelah kepala sekolah, Ali Arsyad; staf Litbang, Aruan; dan Sulaiman. ”Sebanyak 24 komputer siswa dan lima komputer guru rusak. Buku-buku pelajaran, buku koleksi perpustakaan, dan dokumen penting lainnya hancur,” kata Ali. Menurut dia, air tercurah dari tembok tanggul Kali Sekretaris yang jebol memukul pagar tembok sekolah dan merobohkan mushala. Atap, tembok, dan tiang-tiang bangunan rusak, seperti kelihatan pada Selasa kemarin. Tiang-tiangnya banyak yang disangga tiang darurat. Jumlah tiang darurat makin banyak setelah banjir Senin lalu. Rangka-rangka kayu atap melengkung nyaris ambruk. Sebagian besar sudah dimakan rayap. ”Rayap cepat beranak pinak di sini karena setiap tahun bangunan ini basah oleh banjir. Sejak saya menjadi kepala sekolah di sini tahun 2005, setiap tahun saya harus meliburkan siswa selama sebulan karena banjir,” ujar Ali. Setelah banjir, siswa SMPN 220 yang jumlahnya 780 orang tak berani belajar di gedung karena khawatir kalau bangunan roboh. Baru hari Senin lalu siswa bisa kembali belajar di gedung Sekolah Dasar Negeri (SDN) 16 dan SDN 17 di Duri Kepa, Tanjung Duren, Jakbar. Ali menjelaskan, bangunan SMPN 220 yang dibangun tahun 1976 itu belum pernah direnovasi. Dari tahun ke tahun, kondisinya kian memburuk, lebih-lebih setelah tanggul Kali Sekretaris dibangun tahun 2002. ”Sejak ada tanggul, air hujan tak lagi bergerak ke arah Tanjung Duren, tetapi ke Duri Kepa, ke SMPN 220,” ucapnya. Khawatir bangunan bakal roboh, Ali bersama anggota pengelola sekolah lainnya, tahun 2005 menyodorkan usulan renovasi. ”Dua kali kami kalah bersaing memperebutkan alokasi tersebut. Kata Kepala Dinas Pendidikan Dasar dan Menengah DKI, Ibu Sylviana, tahun ini DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) DKI telah menyetujui dan mengalokasikan dana renovasi total. Tetapi saya sendiri masih bimbang. Apa benar?” kata Ali. Wajah Ali berbinar ketika ia mendengar Wakil Ketua DPRD H Mansyur yang dihubungi lewat telepon seluler membenarkan penegasan Sylviana. ”Benar. DPRD telah menyetujui alokasi dana sebesar Rp 11 miliar untuk biaya renovasi total,” kata Mansyur. Ia menambahkan, rencananya seluruh bangunan akan dirobohkan. Permukaan tanah sekolah seluas 5.024 meter persegi akan ditinggikan. Rencananya di atas lahan tersebut akan dibangun gedung sekolah minimal dua lantai. ”Saya lupa pastinya, dua lantai atau tiga lantai,” ucap Mansyur. Kini, 75 persen siswa SMPN 220 yang berasal dari keluarga miskin menunggu janji itu menjadi kenyataan. Windoro Adi
Post Date : 20 Februari 2008 |