PEREMPUAN berperanan penting dalm mengatasi krisis air yang kini tengah terjadi. Pasalnya, pengguna air terbanyak berasal dari sektor rumah tangga yang sebagian besar urusan ini dikendalikan oleh para perempuan.
"Krisis air paling banyak disebabkan oleh konsumsi rumah tangga," kata Pakar Sumber Daya Air Terpadu dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia Firdaus Ali dalam Workshop Gerakan Sekali Bilas Molto Ultra di Jakarta, Senin (5/4).
Menurutnya, jika dibandingkan dengan kota-kota besar seperti Yogyakarta, Surabaya, Makassar, dan Medan, ketersediaan air bersih di Jakarta menempati posisi paling buruk. Dari hasil Penelitian Teknik Lingkungan FTUI tahun 2008, dijelaskan Firdaus, distribusi penggunaan air bersih dalam sebuah rumah umumnya didominasi oleh aktivitas mandi sebanyak 30 hingga 35 persen, kakus atau penturasan 20 hingga 30 persen, serta kegiatan mencuci 20 hingga 25 persen. Sementara untuk kebutuhan minum dan masak serta bersih-bersih hanya 15 persen.
Khusus untuk pencucian, setiap keluarga di Indonesia rata-rata mencuci 1,9 kg pakaian kotor setiap harinya, di mana 94 persen melakukan pembilasan cucian minimal tiga kali dan jumlah air yang digunakan setiap kali pembilasan rata-rata sebanyak 10,75 liter air/kg pakaian. Jadi, jika dihitung jumlah penduduk berdasarkan Badan Pusat Statistik tahun 2005 yaitu 52.575.000 kepala keluarga, maka rata-rata-rata jumlah air yang dipakai oleh seluruh penduduk Indonesia untuk membilas air cucian selama satu tahun adalah 1,17 miliar. Angka ini dikatakan Firdaus sangat signifikan menyebabkan krisis air.
Di sisi lain, keberadaan air di Jakarta hanya mampu menyediakan 2,2 persen kebutuhan air dari total populasi yang memiliki Kartu Tanda Penduduk, yaitu 8,8 juta orang. Jadi, sisanya 97 persen lebih memanfaatkan air tanah yang seharusnya tidak boleh karena bisa membuat tanah amblas.
Dari sisi kualitas, air Jakarta ini sangat buruk. Pasalnya, sumber air di Jakarta sangat tidak layak untuk diolah menjadi air baku. Sumber air di Jakarta masih tergantung dari daerah tetangga, yaitu Jawa Barat (Jatiluhur dan Kalimalang) serta Banten (Cisadane).
"Jadi, sudahlah dari sisi kuantitas sedikit ditambah kualitasnya juga buruk. Pada tahun ini Jakarta defisit air bersih 6.853 liter/detik," kata Anggota Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta ini. Oleh karena itu, Jakarta perlu mendorong program 3P yaitu Penghematan air, Pendayagunaan ulang air bekas pakai, serta Pelestarian air di keluarga.
Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta Peni Susanti Mengatakan, permasalahan air bersih di DKI Jakarta saat ini cukup kompleks. Oleh karenanya ia mendorong para ibu untuk menghemat air. Salah satunya dengan cara menghemat penggunaan air di rumah. Nunik Triana
Post Date : 07 April 2010
|