|
Brebes, Kompas - Banjir kembali melanda wilayah Kabupaten Brebes, tepatnya di Kelurahan Limbangan Kulon, Kecamatan Brebes, Jumat (9/3) pagi. Ratusan rumah warga dan puluhan hektar sawah di wilayah itu terendam air. Ketinggian air di permukiman warga mencapai 80 sentimeter sehingga aktivitas warga pun terganggu. Banjir tersebut berasal dari luapan Sungai Sigeleng yang berjarak sekitar 50 meter dari permukiman warga. Banjir ini merupakan kali kedua selama 1,5 bulan terakhir. Lebar Sungai Sigeleng sekitar 14 meter dengan kedalaman sekitar tiga meter. Air Sungai Sigeleng meluap akibat tidak mampu menampung kiriman air dari wilayah Brebes bagian selatan (atas). Menurut Durodin (38), warga RT 02/RW 03 Kelurahan Limbangan Kulon, hal tersebut disebabkan terjadi pendangkalan sungai. Sebelumnya, Sungai Sigeleng memiliki kedalaman hingga lima meter. Namun akibat banyak sampah di buang ke sungai dan ada timbunan eceng gondok, Sungai Sigeleng menjadi dangkal. Hingga Jumat sore, air masih menggenang di permukiman penduduk. Warga mengaku masih siaga sebab air di Sungai Sigeleng belum juga surut dan hujan masih terus turun di wilayah tersebut. Durodin mengatakan, banjir tersebut menyebabkan sedikitnya 400 rumah penduduk di RW 02 dan 03 tergenang. Selain itu, banjir juga menggenangi puluhan hektar sawah yang berada tidak jauh dari permukiman. Warga pun terpaksa merelakan tanaman padi yang baru berusia sekitar satu minggu rusak. Menurut dia, air mulai masuk ke permukiman warga sekitar pukul 02.00. Sebelumnya, hujan deras melanda wilayah tersebut sejak pukul 22.00. Durodin mengatakan, banjir hampir terjadi setiap tahun di wilayahnya. Sulit diprediksi Naim (52), petani di Kelurahan Limbangan Kulon mengatakan, meski hampir terjadi setiap tahun, warga sulit memprediksi datangnya banjir. Hal ini mengakibatkan mereka sulit menyelamatkan tanaman mereka. Saat ini ia terpaksa merelakan tanaman padi yang baru berusia satu minggu terendam air. Apabila hal itu berlangsung hingga lima hari, tanamannya tidak akan bisa diselamatkan. Jika hal itu terjadi, dia harus mengolah sawah lagi agar bisa ditanami. Ia pun harus mengeluarkan biaya tambahan. Untuk luas lahan 2.000 meter persegi, Naim mengeluarkan uang Rp 200.000 sebagai biaya pengolahan tanah. Oleh karena itu, Naim dan warga lainnya berharap ada upaya dari pemerintah untuk mengatasi banjir yang selalu melanda wilayah mereka tersebut setiap kali musim hujan. Hal itu antara lain dapat dilakukan dengan cara pengerukan Sungai Sigeleng. Dengan demikian, Sungai Sigeleng dapat menampung air lebih banyak sehingga tidak meluap hingga permukiman. (WIE) Post Date : 10 Maret 2007 |