Rob Ganggu Aktivitas Warga Muara Baru

Sumber:Kompas - 18 Juni 2008
Kategori:Banjir di Jakarta

JAKARTA, KOMPAS - Limpasan air laut atau rob yang semakin parah beberapa bulan terakhir membuat jenuh warga Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara. Rob menimbulkan masalah kesehatan, sanitasi, serta menghambat aktivitas ekonomi sehingga warga berharap Pemerintah DKI Jakarta serius meminimalisasi dampak rob.

Dalam pantauan Kompas, Selasa (17/6) siang, sisa genangan rob masih berbekas di sebagian jalan Muara Baru. Limpasan air laut ini membuat jalan menjadi becek dan berbau amis. Menurut penuturan beberapa warga, meski limpasan air tidak separah masa pasang air laut sebulan lalu, setiap hari rob masih berlangsung pukul 20.00-23.00.

Ketua RT 19 RW 17, Aji Setiaji, Selasa (17/6), mengatakan, warga sangat jenuh dengan rutinitas luapan air laut yang menggenangi jalan dan merembes ke rumah mereka. Kondisi rumah warga yang terlalu berdempet di gang membuat sinar matahari minim. Akibatnya, genangan rob lama kering dan udara menjadi lembab dan berbau.

Menurut Rustam (45), warga RT 15 RW17, air pasang juga membuat air menjadi asin dan kotor. Akibatnya, dia terpaksa membeli air bersih dari pedagang lebih mahal dari harga normal.

”Bila ada air pasang, harga air naik menjadi Rp 8.000-Rp 10.000 per pikul. Pedagang beralasan harus mengeluarkan ongkos tambahan untuk mengambil air. Harga itu di atas harga normal Rp 1.000 per pikul,” katanya.

Genangan rob membuat sejumlah warga yang bersinggungan dengan air kotor itu menderita diare dan gangguan kulit.

Aktivitas TPI terganggu

Buruknya sanitasi saat air pasang juga diutarakan Hamid (41), warga RT 12 RW 17. Kondisi itu menghambat aktivitas warga. ”Kaki biasanya gatal-gatal atau terkena diare. Jangankan membersihkan badan, untuk minum saja masih susah,” katanya.

Limpasan air laut juga berimbas pada aktivitas di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Baru. Air laut menggenang di sekitar TPI dengan ketinggian 20 sentimeter sehingga sebagian pembeli beralih ke Muara Angke.

Menurut Juned (37), penjual cumi-cumi di TPI, dia terpaksa menurunkan harga jual cumi-cumi dari Rp 20.000 per kilogram menjadi Rp 18.000 per kg.

”Memang di sekitar TPI tinggi genangan tidak terlalu parah, tetapi di jalan menuju ke tempat pelelangan genangan bisa mencapai setengah meter. Keuntungan per hari turun sampai Rp 200.000,” katanya.

Kerugian lebih besar ditanggung Aryanto (37), pedagang ikan. Omzetnya menurun dari 3,5-4 ton ikan dengan nilai Rp 30 juta per hari turun menjadi 1-1,5 ton ikan senilai Rp 10 juta-Rp 12 juta per hari. (GAL/CHE)



Post Date : 18 Juni 2008