BANDUNG, (PR).- Sebanyak 5.000 titik air tanah di Kota Bandung tidak mempunyai izin. Semuanya merupakan air tanah yang dimanfaatkan kegiatan usaha. Hanya 900 titik air tanah saja yang mempunyai izin dari Pemerintah Kota Bandung. Akibat ketiadaan izin tersebut, pemerintah kesulitan melakukan pengawasan dan pengendalian atas pemanfaatan air tanah. Selain itu, juga menyebabkan kerugian karena pajak air tanah tidak masuk ke kas pemerintah.
Data tersebut disampaikan oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Prov. Jabar kepada Panitia Khusus X DPRD Kota Bandung yang membahas Raperda Pajak Air Tanah.
"Data yang disampaikan kepada kami itu data tahun 2006, sekarang ESDM sedang melakukan pendataan lagi. Artinya, bisa jadi jumlah saat ini lebih banyak dari itu," kata Ketua Pansus X Lia Noer Hambali di sela-sela rapat Pansus di Hotel Savoy Homann Jln. Asia Afrika, Rabu (3/11).
Data yang tercatat itu belum termasuk titik-titik air yang sudah mempunyai rekomendasi teknis namun tidak mengantongi Surat Izin Pemanfaatan Air Tanah (SIPA), atau sebaliknya. Dengan demikian, jumlah titik air yang tidak lengkap perizinannya lebih dari 5.000 titik. Titik air yang tidak berizin tersebut semuanya merupakan pemanfaatan air untuk usaha, misalnya hotel, restoran, penatu, salon, dan sebagainya.
Zona kritis
Titik-titik tersebut ada yang berada di zona rawan dan kritis. Padahal seharusnya air tanah di zona kritis tidak boleh dimanfaatkan untuk tempat usaha. "Zona kritis itu hanya boleh untuk pemanfaatan rumah tangga," katanya. Data terakhir yang dimiliki ESDM Jabar tahun 2006, di Kota Bandung belum ada daerah yang masuk dalam zona rusak.
Selanjutnya, menurut Lia, Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung harus mulai mendata dan memetakan 5.000 tempat usaha yang memanfaatkan air tanah tanpa izin itu. Itu karena bukan tidak mungkin posisinya yang dulu berada di daerah rawan kini sudah berubah menjadi lahan kritis.
Kepala BPLH Kota Bandung Rekotomo mengatakan, pihaknya akan memeriksa dan mencocokkan data yang dimiliki Dinas ESDM Jabar dengan SIPA yang sudah diterbitkan Pemkot Bandung.
Ia menjelaskan, tidak semua SIPA membutuhkan rekomendasi teknis. Kegiatan usaha yang kebutuhan airnya tidak lebih dari 100 meter kubik per bulan atau sekitar 3,3 meter kubik per hari tidak membutuhkan rekomendasi. Jumlah itu dinilai sama dengan kebutuhan air rumah tangga.
"Misalnya usaha kecil yang airnya hanya digunakan untuk MCK (mandi, cuci, kakus) saja," ujarnya.
BPLH menduga, banyaknya titik air yangtidak berizin itu sudah ada sejak lama, sebelum diberlakukan Perda Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Air Tanah. Sebelum Perda itu berlaku, pemanfaatan air tanah menjadi wewenang Pemprov Jabar.
Data BPLH Kota Bandung, kebutuhan air untuk kebutuhan domestik mencapai 221.898,29 meter kubik per hari. Sementara untuk kebutuhan perusahaan dan stakeholder lainnya sebanyak 48.084,43 meter kubik per hari. (A-170)
Post Date : 04 November 2010
|