Seorang warga mendayung perahu jukung di sela-sela rumah yang tergenang banjir di Desa Cililitan, Kecamatan Patia, Kabupaten Pandeglang, Banten, Selasa (28/9). Ribuan rumah terendam dan satu warga tewas terseret arus akibat banjir yang melanda delapan kecamatan di Pandeglang sejak Senin malam.
Pandeglang, Kompas - Banjir akibat hujan deras terus-menerus melanda delapan kecamatan di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Ribuan rumah terendam dan satu warga tewas terseret arus. Banjir juga memutus beberapa jalan penghubung antardesa dan kecamatan di Pandeglang.
Berdasarkan penuturan Koordinator Taruna Siaga Bencana Kabupaten Pandeglang Tubagus Ade Mulyana, Selasa (28/9), banjir yang melanda sejak Senin malam itu terjadi akibat luapan Sungai Cilemer dan derasnya aliran air yang turun dari arah Gunung Pulosari dan Aseupan.
Akibatnya, delapan kecamatan di Pandeglang, yakni Cisata, Pagelaran, Sukaresmi, Labuan, Patia, Cikeudal, Menes, dan Jiput, terendam banjir. Berdasar laporan sementara, di lima kecamatan pertama yang disebut berurutan tersebut ada 3.018 rumah terendam banjir dengan ketinggian bervariasi, maksimal 1,5 meter.
Jumlah rumah yang terendam dipastikan melebihi angka itu karena di tiga kecamatan lainnya masih dilakukan pendataan. Dari delapan kecamatan tersebut, baru Kecamatan Patia yang sudah menyampaikan laporan luas area sawah yang terendam akibat banjir, yakni 307 hektar.
Ikhsan (20), warga Kampung Katapang, Desa Ciherang Jaya, Kecamatan Cisata, Pandeglang, dilaporkan tewas terseret derasnya arus saat berjalan di dekat jembatan. Jenazahnya ditemukan di Sungai Cikembang, sekitar 500 meter dari tempat dia terseret arus.
Berdasar pantauan, hingga Selasa banjir masih menggenangi permukiman, seperti terlihat di Kecamatan Pagelaran dan Patia. Warga yang rumahnya tergenang dengan kedalaman hingga sedada orang dewasa mengungsi ke rumah tetangganya yang tidak parah terendam.
Putus
Banjir yang menggenang hingga Selasa kemarin juga memutus beberapa ruas jalan penghubung, seperti antara Kecamatan Pagelaran dan Patia. Akibatnya, warga yang hendak bepergian melintas ruas tersebut terpaksa mengeluarkan uang untuk ongkos naik jukung, rata-rata sekitar Rp 10.000 sekali jalan.
Kerugian pun dialami petani yang sawahnya tergenang banjir. Kaman, warga Desa Cililitan, Kecamatan Patia, mengaku rugi hingga Rp 400.000—yakni biaya pembelian pupuk dan benih—karena sawah yang baru dia tebari benih ikut terendam.
”Anak saya pun tidak bisa sekolah karena gedungnya ikut terendam banjir,” kata Kaman, yang selain bertani juga berprofesi sebagai pencari pasir. Penghasilannya sebagai pencari pasir dengan jukung sekitar Rp 20.000 per hari.
Pada kondisi banjir seperti kali ini, jukung yang sehari-hari dia manfaatkan untuk mengangkut pasir itu dia gunakan untuk mencari penumpang yang hendak menyeberang melintasi ruas yang tergenang banjir.
Menurut Kaman, hujan deras mengguyur pada Senin sekitar pukul 17.00. ”Air mulai naik pada jam tujuh malam, terus naik sampai setinggi dada orang dewasa. Sampai siang ini belum terlihat tanda-tanda surut. Biasanya kalau surut, terlihat batas air di batang kelapa,” katanya.
Camat Pagelaran M Rachmat Huzaini mengatakan, pada saat air mulai naik ke permukiman, sebagian warga Desa Margagiri panik karena mengira terjadi tsunami. Margagiri merupakan desa di wilayah Pagelaran yang lokasinya dekat dengan laut. Warga pun lari mengungsi ke kawasan PLTU Labuan.
Sementara itu, banjir juga merendam ratusan rumah di lima RT, Kavling Setia Budi, Kelurahan Cipadu, Kecamatan Larangan, Kota Tangerang, Senin malam hingga tengah malam. Derasnya arus air yang mencapai ketinggian hampir 1 meter tersebut menyebabkan dinding tiga rumah warga jebol dan roboh. Ketiga rumah itu milik Fatimah, warga RT 05 RW 05, serta Maimunah dan Nasirin di RT 01 RW 05.
Selain tiga rumah itu, banjir juga menggenangi ratusan rumah warga di lima RT mulai pukul 18.00. Hingga Selasa sore, air dan lumpur yang menggenangi ratusan rumah warga yang tinggal tidak jauh dari sebuah kompleks perumahan sudah surut.
Terkikis
Tiga rumah terkikis Sungai Sugutamu, Kelurahan Bhakti Jaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok, Jawa Barat. Rumah yang dihuni keluarga Lubis, Latif, serta Doras Hutapea itu mengalami kerusakan di bagian muka dan belakang. Kerusakan ini terjadi lantaran posisi rumah persis di bibir sungai.
Hujan lebat yang terus mengguyur Depok setiap hari menyebabkan arus Sungai Sugutamu lebih deras dari biasanya. Ketiga rumah itu roboh ke arah aliran sungai saat hujan lebat.
”Waktu rumah itu roboh, hujan lebat sekali. Permukaan air sungai meningkat. Untungnya tidak ada warga yang menjadi korban,” tutur Diana Hasibuan (40), warga RT 04 RW 15, Kelurahan Bhakti Jaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, kemarin.
Awalnya rumah keluarga Lubis yang ada di sisi selatan sungai tiba-tiba runtuh bagian muka karena talut Sungai Sugutamu ambrol. (CAS/NDY/PIN)
Post Date : 29 September 2010
|