|
BLORA - Air Bengawan Solo kembali meluap kemarin (27/12). Dampaknya, ribuan rumah di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) itu terendam. Warga juga terpaksa mengungsi. Musibah ini merupakan yang terburuk sejak 14 tahun terakhir. Di Blora, daerah yang terendam antara lain di wilayah Kecamatan Cepu, Kedungtuban, dan Kradenan. Hingga kemarin sore, air terus naik akibat hujan di daerah hulu yang terus terjadi. Data yang dirilis kantor Kecamatan Cepu kemarin siang menyebutkan, sedikitnya 2.730 rumah di kecamatan ini tenggelam. Rumah-rumah itu tersebar di sembilan kelurahan/desa. Di antaranya, Kelurahan Cepu, Balun, Nglanjuk, dan Ngelo. Juga, Desa Sumberpitu, Getas, Jipang, Ngloram, dan Gadon. "Jumlah rumah yang tenggelam bisa semakin banyak karena air terus meninggi," ujar Camat Cepu Slamet Wiryanto saat ditemui di lokasi banjir kemarin. Menurut sejumlah warga, permukaan air bengawan mulai naik sekitar pukul 17.00 Rabu (26/12) lalu. Namun, saat itu belum menggenangi rumah, sehingga warga tetap tenang. Apalagi, kejadian seperti sudah biasa terjadi. Namun, menjelang malam air semakin deras dan akhirnya meluap menerjang permukiman. Semakin lama permukaan air kian tinggi. Warga pun mulai panik. "Banjirnya terlalu besar, sehingga kita harus mengungsi," ujar sejumlah warga. Saat itu sebagian warga sempat bertahan di rumah. Selain karena alasan menjaga barang-barangnya, mereka juga beranggapan air akan segera surut. Namun, air ternyata terus naik, sampai kemarin. Hal ini membuat warga khawatir dan minta dievakuasi. Banyaknya permintaan evakuasi warga membuat Tim Reaksi Cepat (TRC) Satlak PBP Blora yang mengerahkan dua perahu karet bermesin kewalahan. Padahal, evakuasi sudah dibantu dengan perahu-perahu milik warga yang biasanya digunakan mencari pasir. "Peralatan memang terbatas, jadi kita harus membagi wilayah," ujar Kepala Pol PP dan Kesbanglinmas Blora Suryanto yang mengomando langsung jalannya evakuasi. Semakin siang air semakin tinggi. Di jalanan kampung di Cepu ketinggian air mencapai leher orang dewasa. Bahkan, di perkampungan rumah warga sudah tenggelam sehingga tinggal atapnya saja yang terlihat. Air juga mulai meluber ke pusat bisnis. Misalnya, pertokoan Ketapang. Di daerah ini ketinggian air mencapai sepinggang orang dewasa. Tugu di Bundaran Ketapang juga hampir tersentuh air. Padahal, sebelumnya banjir tidak pernah mencapai kawasan itu. Dalam sejarah, banjir terbesar sebelumnya terjadi pada 1993. Saat itu ribuan rumah penduduk juga terendam. Sejumlah warga menyatakan, jika air di jalan kampung Balun Gendeng sudah mencapi gapura masuk kampung, berarti banjir sudah seperti 1993. Sedangkan air yang menggenangi jalan itu kemarin hanya tinggal sekitar 1,5 meter dari gapura yang posisi lebih tinggi. Camat Cepu Slamet Wiryanto menambahkan, pada 19-20 Desember lalu enam wilayah di Kecamatan Cepu juga sempat terkena banjir bandang, namun tidak parah. Saat itu 1.551 rumah di Kelurahan Ngroto, Karangboyo, Ngelo, serta Desa Cabean, Kapuan dan Jipang sempat terendam. Kemarin Pemkab Blora telah membuka dapur berikut tempat pengungsian umum di dua titik. Yakni, di Balun dan Cepu. Untuk wilayah Balun dan sekitarnya tempat penampungan di pusatkan di Balai Kelurahan Balu. Sedangkan di Kelurahan Cepu dipusatkan di balai kelurahan setempat. "Sementara ditampung di sana, untuk kebutuhan makan kita sudah dirikan dapur umum yang dibantu banyak pihak," ujar Wiryanto. Sementara Suryanto menambahkan, meski di Kecamatan Kedungtuban dan Kradenan juga terkena luapan Bengawan Solo, kondisinya tidak separah di Cepu. Meski deikian, pihaknya tetap berkoordinasi dan memantau perkembangan terakhir di dua kecamatan tersebut. (ono) Post Date : 28 Desember 2007 |