|
Banjarmasin, Kompas - Meski genangan banjir mulai surut, ribuan rumah di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah masih terendam banjir akibat meluapnya Sungai Barito dan Sungai Mahakam. Ironisnya, banjir tersebut justru terjadi di bagian hulu kedua sungai utama di Pulau Kalimantan yang masing-masing panjangnya 980 kilometer untuk Sungai Mahakam dan 654 kilometer untuk Sungai Barito. Di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, hingga Selasa (12/4) sore, banjir akibat meluapnya Sungai Barito masih menggenangi ribuan rumah di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Teweh Tengah, Lahei, dan Kecamatan Montalat. Adapun banjir di Kecamatan Gunung Timang, Teweh Timur, dan Kecamatan Gunungpuri hari ini mulai surut. "Sebelumnya, dari 99 desa di Kabupaten Barito Utara, sebanyak 70 desa yang tersebar di enam kecamatan terendam banjir. Banjir kali ini yang terbesar," kata Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Barito Utara Fery Kusmiyadi. Menurut dia, bantuan makanan seperti beras, gula, mi instan, dan makanan kaleng untuk korban banjir masih dibagikan. Di Kabupaten Barito Selatan, banjir juga masih menggenangi Kecamatan Gunung Bintangawai. Sedangkan di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, ribuan rumah masih terendam akibat meluapnya hulu Sungai Mahakam. Banjir masih merendam sebagian wilayah Kecamatan Melak, Long Iram, Muara Lawa, Damai, Long Apari, Long Pahangai, dan Kecamatan Long Hubung. Kini air perlahan-lahan mulai surut karena hujan tidak turun lagi. Ke arah hilir Setelah bagian hulu surut, banjir kini bergerak ke hilir. Di Provinsi Kalimantan Selatan yang dilintasi Sungai Barito, banjir menggenangi sebagian Kabupaten Tabalong dan Kabupaten Hulu Sungai Utara. Wakil Bupati Hulu Sungai Utara HM Welni mengatakan, "Sekurangnya kerugian mencapai Rp 52 miliar, dihitung dari kerusakan infrastruktur jalan, sekolahan, perkantoran, tempat ibadah, dan lainnya." Menurut Welni, banjir kali ini merupakan imbas mendangkalnya Sungai Balangan dan Sungai Tabalong. "Ke depannya kami akan menormalisasi kedua sungai itu. Ada titik terang, pemerintah pusat menganggarkan dana hingga Rp 15 miliar," katanya. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan Berry Nahdian Forqan mengatakan banjir kali ini akibat hutan di daerah hulu tidak mampu lagi menyerap, menyimpan, dan mendistribusikan air. Walhi Kalimantan Selatan, yang pernah memprotes proyek lahan sejuta hektar di Kalimantan Tengah tahun 1998, mengingatkan kembali bahwa dampak kerusakan hutan gambut bersifat global.(THY/AMR) Post Date : 13 April 2005 |