|
Pacitan, Kompas - Ribuan petak sawah di beberapa kecamatan di Kabupaten Pacitan terendam air akibat hujan deras sekitar 10 jam. Hujan tersebut juga mengakibatkan tanggul sungai di tiga titik jebol, ratusan rumah penduduk tergenang air, dan beberapa tempat longsor. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Hujan mengguyur Pacitan mulai hari Sabtu (10/12) pukul 18.00-20.00. Setelah reda sekitar dua jam, kembali hujan turun dengan deras mulai pukul 22.00 hingga Minggu pukul 08.00. Kemarin pagi berhektar-hektar sawah tampak terendam, sebagian besar di Kecamatan Pacitan, tepatnya di Desa Baleharjo, Sirnoboyo, Arjowinangun, Kembang, Kayen, dan Nadi. Di Kecamatan Kebonagung, sawah yang terendam terletak di Desa Purwosari dan Banjarrejo. Sebelum tergenang air, rata-rata sawah dalam kondisi baru ditanami atau siap tanam. Bibit padi yang sudah diikat untuk persiapan tanam pada satu atau dua hari mendatang sebagian besar hilang, hanyut terbawa air. Selain menggenangi lahan pertanian, hujan deras juga mengakibatkan meluapnya Kali Jelok di Desa Purwosari dan Kali Sukoharjo di Desa Sukoharjo. Tanggul Kali Jelok jebol di dua titik, yakni di Dukuh Jati dan Dukuh Wetih. Tanggul Kali Sukoharjo yang di Dusun Nitikan pun jebol. Akibat jebolnya tanggul-tanggul itu, ratusan rumah penduduk tergenang air dengan ketinggian mencapai 1,5 meter. Menurut keterangan warga, tanggul jebol sekitar pukul 03.00. Menurut seorang warga Dukuh Wetih, ketika tanggul dibangun, ia menyaksikan sendiri berzak-zak semen tidak digunakan untuk membangun tanggul, tetapi dijual oleh mandornya. Di Kelurahan Ploso, Kecamatan Pacitan, ratusan rumah warga juga terendam air. Hal itu disebabkan air yang ada di saluran selebar tiga meter di sepanjang Jalan Gatot Subroto meluap. Saat dikonfirmasi, Bupati Pacitan Sutrisno, yang sedang cuti karena mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah Pacitan, menyatakan sudah meninjau sawah yang terendam dan tanggul yang jebol. Ia belum mendapat data kerugian material. Di Kalimantan Barat lain lagi masalah yang muncul. Hujan lebat yang turun menyebabkan proses penyadapan karet terhambat. Padahal, harga karet tahun 2005 berangsur-angsur membaik sehingga seharusnya berpengaruh positif terhadap kemakmuran petani karet. Parahnya, petani karet di Kalimantan Barat tidak mengenal teknologi untuk meminimalkan dampak hujan, yang berpengaruh terhadap proses penyadapan maupun pengeringan karet. Petani karet di Kalimantan Barat tidak mengenal teknologi pengeringan seperti pengasapan karet. Hal yang aneh, pabrik karet pun tidak memberi insentif bagi karet yang telah dikeringkan sehingga petani tidak mau berusaha, kata peneliti International Centre for Research in Agroforestry, Ilahang, Minggu. Ia mengatakan, petani Thailand mengeringkan karet dengan cara menjemurnya di atas kayu- kayu yang dibakar sehingga komoditas itu dapat langsung dikirim ke pabrik. (d04/ryo) Post Date : 12 Desember 2005 |