|
Jakarta, Kompas - Belum juga wabah demam berdarah dengue mereda, warga Jakarta dan sekitarnya kini diresahkan dengan munculnya penyakit diare. Di ibu kota negara yang memiliki Anggaran Pendapatan Belanja Daerah mencapai Rp 12 triliun ini, penyakit diare telah menyebabkan ribuan orang dirawat di rumah sakit. Buruknya sanitasi lingkungan dan sistem drainase kota menyebabkan penyakit ringan tetapi mematikan ini selalu muncul di setiap musim hujan. Ironisnya, banyak warga yang terserang diare mengaku enggan ke dokter karena tidak mempunyai biaya. Padahal, bagi balita, jika tak ditangani dengan baik, penyakit diare bisa berujung pada kematian. Diare bisa mengakibatkan kematian jika pasien mengalami dehidrasi berat (kekurangan cairan). Beberapa minggu ini, rumah sakit-rumah sakit di Jakarta kewalahan menampung pasien diare. Pasalnya, selain diare, demam berdarah dengue (DBD) juga sedang merebak di Jakarta. Sejumlah pasien di RSUD Tarakan Jakarta Pusat sempat ditempatkan di lorong-lorong rumah sakit karena ruang rawat inap, terutama untuk pasien anak-anak, sudah penuh oleh pasien DBD. Bangsal anak yang hanya berkapasitas 35 orang terpaksa diisi lebih dari 40 pasien. "Kepala Dinas (Dinas Kesehatan DKI-Red) melarang pasien dirawat di lorong-lorong. Tetapi, pasien terus berdatangan dan mereka tak mau dipindahkan ke rumah sakit lain," kata Atiyah, Kepala Bagian Keperawatan RSUD Tarakan, Kamis (10/2). Bagi pasien yang enggan dipindahkan, pihak RSUD Tarakan menawarkan tempat tidur lipat. Pasien diare juga dirawat di RSUD Pasar Rebo dan Budhi Asih, Jakarta Timur. Namun, karena perhatian masyarakat masih tercurah kepada DBD, jumlah pasien diare tak didata secara khusus. Staf Bagian Informasi RSUD Pasar Rebo, Jumsi, mengatakan, jumlah pasien diare masih terbilang normal, lebih sedikit daripada pasien DBD. "Namun, jumlah pastinya belum diketahui karena memang tak dihitung secara khusus," katanya. Wabah diare di kalangan masyarakat juga dirasakan petugas di Rumah Sakit Umum Daerah Koja, Jakarta Utara. Menurut petugas jaga, Rosita Lukman Radja, pasien diare yang dirawat pada Kamis kemarin mencapai 23 orang, rata-rata dari kalangan anak dan balita. "Kecenderungan jumlah ini terus meningkat," ungkap Rosita. Menurut Data Tim Surveilans Dinkes DKI, jumlah pasien diare hingga Kamis kemarin mencapai 3.297 orang. Penyakit ini juga sudah menelan satu korban meninggal dunia. Jumlah pasien diare terbanyak ada di wilayah Jakarta Timur, yaitu 832 kasus (1 meninggal dunia), Jakarta Utara 699 kasus, Jakarta Barat 595 kasus, Jakarta Selatan 432 kasus, dan Jakarta Pusat 375 kasus. Jumlah total penderita diare di Jakarta jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penderita DBD. Sementara itu, Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Kotamadya Jakarta Timur menerima sertifikasi International Organization for Standardization (ISO) 9001:2000 dari PT SGS Indonesia atas prestasinya dalam bidang mutu pelayanan kepada masyarakat. Sertifikasi ISO diserahkan oleh Registered Lead Assessor Operations Manager PT SGS Indonesia Erna Damayanti kepada Wakil Wali Kota Jakarta Timur Darwin Dachlan dan selanjutnya diberikan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Jakarta Timur Dien Emawati. D/IVV/NAW) Post Date : 11 Februari 2005 |