|
SURABAYA (Media): Ribuan anak di Surabaya pada kurun waktu Januari hingga Agustus 2005 ini terserang diare dan dirawat di beberapa rumah sakit di Surabaya. Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soetomo tercatat pasien diare yang dirawat di instalasi rawat inap (Irna) mencapai 742 orang. Jumlah itu tercatat sejak Januari-10 Agustus. Tidak hanya yang dirawat, penderita diare yang mengunjungi instalasi gawat darurat juga meningkat. Berdasarkan catatan rata-rata, dalam sehari terdapat tujuh hingga delapan penderita berobat ke rumah sakit ini. Padahal dalam kondisi hari normal hanya lima hingga enam penderita yang memeriksakan diri. Sementara itu, di RSUD dr Mohammad Soewandhie, jumlah penderita diare mulai Januari hingga 23 Agustus tercatat 950 pasien diare yang dirawat. Dari angka ini, 190 adalah pasien dewasa dan 760 anak-anak. ''Dalam satu minggu ini angka penderita diare memang meningkat, khususnya anak-anak,'' kata Direktur RSD Mohammad Soewandhie, Ellyma Yoga Wijayahadi, kepada wartawan di Surabaya, kemarin. Meski mengalami peningkatan, sejauh ini belum ada pasien yang mengalami diare parah. Pasien yang datang rata-rata masih dalam stadium ringan sehingga bisa ditangani cepat. Mereka yang dirawat dari beberapa kawasan di Surabaya, seperti Bulak Banteng, Tambaksari, dan Kenjeran. Kawasan tersebut selama ini dikenal sebagai kawasan padat penduduk dan dikenal kumuh. Tidak hanya rumah sakit milik pemerintah yang dipadati penderita diare, di beberapa rumah sakit lain juga tercatat ratusan penderita diare dirawat. Di RKZ hingga Juli tercatat 663 penderita diare dan di RS Darmo 514 pasien. Sedangkan di RS Haji tercatat 555 pasien diare berobat dan mendapat perawatan intensif. Insidensi DB menurun Pada bagian lain, angka insidensi demam berdarah (DB) di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam beberapa bulan terakhir ini cenderung terus menurun. Bahkan, pada Agustus ini tercatat baru terjadi satu kasus. Menurunnya angka insidensi DB tersebut, menurut Kepala Dinas Kesehatan Yogyakarta dr Bondan Agus Suryanto, salah satunya karena para Jumantik (juru pemantau jentik) cukup aktif melakukan fungsinya dan mendapat dukungan dari masyarakat. ''Jumantik ini pada hari-hari tertentu mendatangi rumah-rumah penduduk untuk melihat bagaimana kondisi tampungan air milik warga, apakah ada jentik-jentiknya atau tidak. Begitu melihat jentik-jentik, maka akan segera menguras atau memberikan pemusnah jentik,'' katanya, kemarin. Ditemui di Kepatihan, Bondan menjelaskan, dengan hanya satu angka kejadian selama Agustus, maka untuk seluruh DIY belum diperlukan pengasapan atau fogging. ''Untuk apa fogging, yang lebih penting lagi adalah memperbanyak Jumantik yang terbukti mampu secara efektif menekan penyebaran DB,'' katanya. Dia mengemukakan, penyakit demam berdarah memang cukup banyak terjadi pada awal dan akhir musim penghujan. ''Saya mendapat informasi, DKI Jakarta mulai ada DB karena di sana sudah mulai ada hujan,'' katanya. Pada kesempatan itu, Bondan menyodorkan data, selama Januari-Agustus ini tercatat 323 kejadian demam berdarah. Jumlah itu, jelasnya, jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2004 lalu. Menurut dia, pada 2004 khususnya awal tahun, angka kejadian sangat tinggi dan rata-rata mencapai di atas 300 kejadian per bulan.(FL/HS/AU/H-4). Post Date : 25 Agustus 2005 |