|
NUSA DUA(SINDO) Delegasi Indonesia bertekad mengajukan agenda tentang mekanisme transfer teknologi yang menguntungkan negara berkembang pada Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC). Desakan itu muncul karena selama ini negara maju selalu curiga terhadap program transfer teknologi ini. Negara maju menilai, transfer teknologi memiliki risiko terhadap masalah hak kekayaan intelektual. Sementara negara berkembang ingin segera melakukan transfer teknologi terkait semakin dekatnya ancaman perubahan iklim. Sampai saat ini, masih ada perbedaan antara negara berkembang dengan negara maju tentang masalah transfer teknologi. Negara maju mengatakan, transfer teknologi itu privat, tetapi negara berkembang menyatakan bahwa transfer teknologi itu hak mereka, kata anggota delegasi Indonesia dalam UNFCCC Masnellyarti Hilman di Paviliun Indonesia, Nusa Dua,kemarin. Transfer teknologi adalah sebuah mekanisme yang dapat memacu negara maju untuk dapat memberikan bantuannya berupa teknologi bersih yang mampu menangani masalah perubahan iklim, baik untuk mencegah emisi ataupun adaptasi. Menurut Masnellyarti, Indonesia menginginkan transparansi dalam proses transfer teknologi. Indonesia telah mengajukan daftar-daftar teknologi yang dibutuhkan. Misalnya, tentang teknologi carbon capture storage (CCS), salah satu teknologi yang bisa menangkap gas CO2 di udara dan disuntikkan ke bumi, tegas Masnellyarti yang juga deputi menteri lingkungan hidup itu. Dia menegaskan, teknologi CCS ini sangat diperlukan Indonesia. Saat ini, masih ada perdebatan apakah CCS masuk program mekanisme pembangunan bersih (CDM) atau pendanaan dari luar. Kami menginginkan adanya funding dari luar,tegas Masnellyarti. Dia mengungkapkan, pembahasan transfer teknologi masih membicarakan persoalan institusi.Sejauh ini,lanjut Masnellyarti, masalah institusi ini sudah sesuai usulan Indonesia. Presiden UNFCCC Rachmat Witoelar memutuskan, masalah transfer teknologi akan dibahas khusus dalam contact group tersendiri di Subsidiary Body for Implementation (SBI). Contact group tentang transfer teknologi ini baru memulai rapat pertama mereka kemarin. Sebelumnya, perunding senior Amerika Serikat (AS) Harlan L Watson mengaku khawatir jika teknologi murah yang sudah disepakati antara negara maju dengan berkembang kemudian diperjualbelikan. Ada masalah yang harus kami hadapi, yaitu kemungkinan diperjualbelikannya teknologi murah yang sudah kami sepakati ini.Karena itu, kami bekerja sangat keras dengan partner dari negara lain serta organisasiorganisasi perdagangan untuk mengawasi alih teknologi ini,ungkap Watson. Watson menambahkan,saat ini pemerintah AS belum bisa memastikan untuk mentransfer teknologinya. Sebab, kata dia, sebagian besar teknologi di negaranegara maju dimiliki sektor swasta sehingga pihaknya tidak yakin sektor ini mau mentransfer teknologi yang mereka miliki ke negara berkembang. Akan sangat sulit bagi pemerintah (AS) untuk setuju memberikan teknologinya kepada negara berkembang,tutur Watson. Sementara itu, menanggapi pernyataan Sekretaris Eksekutif UNFCCC Yvo de Boer bahwa penyederhanaan CDM yang diperjuangkan Indonesia akan menurunkan standar, Masnellyarti menjelaskan bahwa pihaknya berharap hal tersebut tidak terjadi. Menurut dia, Indonesia hanya berharap tidak ada lagi yang namanya review metodologi. Metodologi sudah di-approve, orang ngikutin itu, belum apa-apa sampai di sana sudah diubah lagi. (maya sofia/syarifudin/ titis widyatmoko) Post Date : 07 Desember 2007 |