[JAKARTA] Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto menyatakan, Indonesia belum mampu mengelola potensi sumber daya air. Padahal, Indonesia merupakan negara yang menduduki peringkat kelima di dunia yang memiliki cadangan air terbanyak.
"Yang terjadi saat ini, air yang melimpah langsung terbuang ke laut, bahkan sering menimbulkan bencana banjir yang merugikan negara dan rakyat," katanya pada pertemuan dengan para pimpin-an media massa di Jakarta, Kamis (4/6).
Menurut Djoko, pengelolaan air yang tidak baik salah satunya berimplikasi pada ketahanan pangan nasional.
"Laju alih fungsi tata guna lahan cukup tinggi, lahan sawah berubah jadi industri, perumahan, dan sebagainya. Contohnya di Jatiluhur. Selama kurun waktu 12 tahun, yakni tahun 1994-2006, sawah beririgasi di daerah irigasi itu berubah fungsi sampai 5 persen lebih atau 12.026 ha dari semula 252.604 ha menjadi 240.578 ha," katanya.
Di Pulau Jawa saja, katanya, sekitar 49 persen sawah beririgasi teknis sudah beralih fungsi. Padahal, lokasi irigasi yang sebagian besar berada di Pulau Jawa, yang rentan terhadap alih fungsi sawah menjadi permukiman, mengakibatkan saluran irigasi tidak berfungsi lagi.
"Alih fungsi pasti ada karena pembangunan, tetapi kita inginkan seminimal mungkin. Jika ada alih fungsi satu hektare sawah harus diganti dengan mencetak 4 hektare sawah baru" kata Djoko.
Sulit Dibendung
Luasan sawah yang berkurang sulit dibendung karena laju pembangunan yang cukup tinggi. "Kami berusaha mengganti lahan itu di luar Pulau Jawa," katanya.
Jalan Tol Trans-Jawa, misalnya, yang tengah dikerjakan Departemen PU diperkirakan akan mengakibatkan alih fungsi sebesar 0,02% dari jumlah sawah beririgasi yang ada. "Meski demikian, kami sudah ganti dengan membangun jaringan irigasi baru di luar Jawa, seperti di Amandit, Kalsel, jaringan irigasi di Komering dan Lakitan di Sumsel" jelasnya.
Di sisi lain, banyak sungai yang kritis sehingga kemampuannya untuk mengairi sawah di sekitarnya jauh menurun.
"Pada tahun 1970-an, satu sungai jika dibendung bisa mengairi sawah sampai 90.000 hektare, kini merosot sampai 30 persen. Atau, satu sungai yang dibendung hanya mampu mengairi maksimal 20.000 ha sawah, bahkan rata-rata hanya 5.000-15.000 ha," katanya.
Penurunan debit air sungai itu terjadi karena daerah aliran sungai (DAS) banyak yang sudah kritis. "Sampai saat ini, 63 DAS kritis, debit air maksimal dikurangi debit air minimal di atas angka 50. Sungai harus diperbaiki, setidaknya angkanya dibawah 30, dengan kategori DAS sehat," katanya.
Dikatakan, pemeliharaan DAS, seperti konservasi daerah hulu sungai, membutuhkan dukungan semua pihak, tidak hanya Departemen PU. "Dalam setiap kali ketidakmampuan mengelola sumber daya alam, PU selalu berperan untuk memperbaiki. Baik kerusakan karena banjir, longsor, kerusakan jalan, dan sebagainya," katanya.
Menurut Djoko, dalam kurun waktu lima tahun ini, PU telah membangun 487.000 hektare jaringan irigasi baru, atau 97% dari target semula. [N-6]
Post Date : 05 Juni 2009
|