Retribusi Air Kotor PDAM, Adilkah?

Sumber:Pikiran Rakyat - 21 Februari 2006
Kategori:Air Minum
MULAI tagihan September 2005, Perusahaan Daerah Air Minum Kota Bandung (PDAM Bandung) melakukan penyesuaian golongan tarif. Contohnya, sesuai dengan ketentuan pelanggan rumah tangga yang lokasinya terletak di tepi jalan yang lebarnya 2m-4m, golongan tarifnya adalah 2A3. Untuk pelanggan yang lokasi rumahnya memenuhi kriteria tersebut tetapi golongan tarifnya (kebanyakan) masih 2A1 atau 2A2, akan dinaikkan menjadi 2A3. Rumah tinggal yang jadi tempat usaha akan akan dikenai kenaikan golongan tarif, dari tarif rumah tangga menjadi tarif usaha.

Pelayanan air kotor

Di tengah kenaikan ini, kita patut bertanya mengapa selama ini semua pelanggan PDAM Bandung diwajibkan membayar biaya pelayanan air kotor sebesar 30% dari biaya pemakaian air?

Sebagian besar dari kita merasa tidak pernah menikmati pelayanan air kotor dari Pemkot c.q. PDAM Bandung. Bahkan sarana dan prasarana air kotor milik PDAM-nya pun tidak ditemukan. Kebanyakan sarana air kotor berupa saluran dan bak kontrol dibangun atas swadaya masyarakat. Begitu juga perbaikan dan pemeliharaannya selalu dilakukan swadaya, tidak ada sama sekali pelayanan dari pemkot c.q. PDAM Bandung. Mengapa kita wajib membayar pelayanan fiktif itu?

Sebaliknya banyak warga yang tidak berlangganan ledeng, tetapi sangat menikmati pelayanan air kotor dari Pemkot c.q. PDAM Bandung karena daerahnya kebetulan dilalui saluran air kotor berdiameter besar yang dibangun oleh Bandung Urban Development Project (BUDP) dahulu. Karena bukan pelanggan ledeng, mereka tidak ditarik biaya atas pelayanan air kotor tersebut alias gratis. Bukankah ini ketidakadilan hukum?

Hidup bertetangga, sama memakai saluran air kotor swadaya, namun yang satu harus bayar biaya pelayanan air kotor ke PDAM Bandung karena pelanggan ledeng, sedangkan tetangganya tidak harus bayar apa-apa karena bukan pelanggan padahal dia berlimpah-ruah menggunakan air jet-pump yang juga sama menimbulkan limbah air kotor.

Pajak vs retribusi

Pemungutan biaya pelayanan air kotor merupakan salah satu jenis pemungutan retribusi. Berbeda dengan pajak, retribusi memerlukan persyaratan khusus dan jangkauannya lebih terbatas.

Dari komponennya dapat dipahami, bahwa:

1. Pajak adalah iuran rakyat kepada negara. Ini berarti bahwa pemungut pajak adalah negara, bukan perorangan, perkumpulan, organisasi, atau sejenisnya. Jika yang memungutnya bukan negara, sudah pasti iuran atau pungutan tersebut bukan pajak.

2. Pajak harus ditetapkan berdasarkan undang-undang. Ini berarti sebelum ditetapkan harus mendapat persetujuan rakyat terlebih dahulu melalui perwakilannya di DPR. Apabila penetapannya tidak berdasarkan undang-undang, bukan pajak. Peribahasa asing mengatakan : tax without regulation is robbery (pajak tanpa undang-undang adalah perampokan).

Karena ditetapkan berdasarkan undang-undang dan ada ketentuan mengenai sanksi, salah satu ciri yang paling menonjol dari pajak jika dibandingkan dengan iuran atau pungutan lainnya ialah bahwa pemenuhan pajak dapat dipaksakan. Terhadap wajib pajak yang tidak atau kurang memenuhi kewajibannya, negara dapat melakukan pemaksaan mulai dari pemberian peringatan atau teguran, pengenaan sanksi atau denda administrasi, sampai kepada surat paksa, sita, lelang, dan atau sanksi pidana kurungan atau pidana penjara.

3. Terhadap pemenuhan kewajiban pajak yang telah dilakukannya wajib pajak tidak menerima atau memperoleh suatu imbalan balik atau suatu kontra prestasi apa pun yang langsung dapat ditunjukkan. Ini berarti tidak terdapat hubungan langsung antara pembayaran pajak dengan kontra prestasi secara individual. Sebaliknya walaupun seseorang atau badan tidak mempergunakan pelayanan umum yang disediakan oleh pemerintah seperti misalnya tidak pernah berobat ke rumah sakit umum pusat, tidak bersekolah di sekolah negeri, tidak pernah minta perlindungan polisi, tidak pernah minta keadilan di pengadilan, dan sebagainya, tetapi jika sesuai dengan ketentuan terutang pajak maka wajib untuk membayarnya.

4. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang sifatnya untuk umum, artinya bukan untuk suatu kelompok, atau golongan tertentu saja. Dalam hal ini termasuk pembangunan baru dan pemilharaan infra struktur seperti jalan raya, jembatan, pelabuhan laut, pelabuhan udara, serta pemberian perlindungan hukum, keamanan, penyelenggaran pendidikan, pelayan kesehatan, dan sebagainya.

Pemerintah wajib menyediakan dan menyelenggarakan sarana, prasarana, dan fasilitas umum. Tetapi kewajiban itu sama sekali bukan merupakan syarat bagi pemerintah untuk dapat melakukan pemungutan pajak. Artinya pemerintah tidak harus menyiapkan terlebih dahulu segala macam sarana, prasarana dan fasilitas dimaksud untuk dapat memungut pajak. Jika seseorang atau badan sesuai dengan ketentuan terutang pajak maka wajib untuk membayarnya. Sebaliknya jika seseorang atau badan sesuai dengan ketentuan tidak wajib membayar pajak, dia tetap berhak untuk menikmati segala macam saranayang disediakan oleh pemerintah.

Sedangkan retribusi dengan mengacu pada definisi pajak di atas, di samping beberapa persamaannya maka ciri-ciri paling menonjol yang membedakannya dengan pajak adalah :

1. Ada suatu imbalan balik atau kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan. Ini berarti terdapat hubungan langsung antara pembayaran retribusi dengan kontra prestasi secara individual. Bayar retribusi tol, kontra prestasinya menikmati jalan tol. Bayar retribusi listrik, kontra prestasinya menikmati aliran listrik.

2. Besar kecilnya retribusi yang harus dibayar tergantung dari lebih banyak atau lebih sedikitnya pelayanan yang dinikmati (proporsional).

3. Terhadap wajib retribusi yang tidak memenuhi kewajibannya, sanksi yang dikenakan biasanya hanya berupa pemutusan pemberian pelayanan.

Konsekuensi logis dari adanya imbalan balik, maka pemungut retribusi harus menyediakan barang di muka, pungut retribusi belakangan. Tidak bisa dibalik pungut dahulu retribusi, baru sarananya (akan) dibangun. Contohnya retribusi tol, jalan tol harus sudah tersedia rampung. Yang menikmati pelayanan (memakai jalan tol) wajib bayar, yang tidak memakai jalan tol tidak wajib bayar. Contoh lain retribusi pasar. Pasar harus sudah tersedia. Yang menikmati pelayanan (dagang di area pasar) wajib bayar, yang tidak menikmati pelayanan tidak wajib bayar.

Jika Pemkot Bandung berniat memberikan pelayanan air kotor dan dari situ akan memungut retribusi sebagai salah satu sumber Pendapatan asli daerah (PAD), harus bangun dahulu seluruh jaringannya. Danai dengan dana sendiri atau pinjaman, tetapi jangan minta sumbangan (wajib) kepada masyarakat. Orang yang berminat menggunakannya silahkan minta disambung.

Kesimpulan dan saran

1. Pemungutan retribusi pelayanan air kotor tidak sesuai dengan lex generale retribusi, sehingga terjadi ketidak-adilan hukum.

2. Pemerintah dan DPRD Kota Bandung agar meninjau kembali ketentuan/peraturan daerah tentang retribusi pelayanan air kotor, sebagai berikut :

a. Agar hanya terhadap yang menikmati pelayanan (tersambung ke fasilitas saluran air kotor Pemkot c.q. PDAM Bandung) saja yang diwajibkan untuk membayar retribusi. Lakukan pendataan di lapangan dan dicarikan solusi dasar pemungutan retribusinya (tidak berdasarkan banyaknya pemakaian air ledeng).

b. Mereka yang tidak menikmati pelayanan baik pelanggan ledeng atau bukan (karena tidak mau berlangganan dan atau karena di daerahnya tidak terdapat fasilitas saluran air kotor) tidak diwajibkan untuk membayar.

3. Bagi pelanggan ledeng yang selama ini diwajibkan untuk membayar retribusi pelayanan air kotor padahal dia tidak menikmati pelayanan tersebut, supaya diberikan keadilan berupa dibebaskan dari kewajiban tersebut. Jumlah sebesar 30% dari pemakaian air sangat signifikan. Apalagi dengan adanya penyesuaian golongan tarif sekarang dan atau kenaikan tarif nanti (yang pasti akan terjadi), jumlah yang harus dibayar untuk retribusi fiktif itu akan menjadi semakin besar. Oleh Drs. H. TEDDY SANGUDI, AkPenulis, pengamat perpajakan

Post Date : 21 Februari 2006