Renegosiasi Jangan Merugikan

Sumber:Kompas - 27 Juni 2011
Kategori:Air Minum

Jakarta, Kompas - Renegosiasi antara Perusahaan Daerah Air Minum Jaya dan dua operatornya, yaitu PT PAM Lyonnaise Jaya dan PT Aetra Air Jakarta, harus saling menguntungkan. Renegosiasi ini dibutuhkan mengingat perjanjian kerja sama antara PDAM dan kedua operatornya itu—yang kontrak kerjanya sudah berlangsung 13 tahun—dinilai pihak PDAM Jaya tidak adil.

”Kalau pihak operator memang berniat renegosiasi, ya, harus saling menguntungkan. Jangan hanya mau menang sendiri lagi dan semakin membebani perusahaan daerah ini,” ujar Maurits Napitupulu di Jakarta, Jumat (24/6), menanggapi bersedianya PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) untuk renegosiasi.

”Palyja memang mengajukan draf renegosiasi, tetapi, kok, malah membuat PDAM Jaya dan Pemprov DKI Jakarta terbebani,” ujarnya.

Selama kerja sama berlangsung, Maurits menilai layanan yang diberikan kepada pelanggan masih jauh dari memuaskan, sementara imbalan yang dibayar terus melonjak.

Kerja sama yang seharusnya saling menguntungkan ternyata berat sebelah. Hal ini terlihat dari laporan akhir tahun kedua operator. Kedua operator berhasil membukukan keuntungan, sementara PDAM selaku pengawas justru harus menanggung kerugian Rp 62 miliar untuk tahun 2010. Adapun Palyja berhasil meraup laba Rp 216 miliar pada tahun yang sama.

Kerugian PDAM ini berasal dari perjanjian kerja sama itu. Setiap enam bulan sekali, imbalan dan tarif harus dinaikkan. Kenaikan rata-rata imbalan adalah 7 persen. Namun, empat tahun terakhir, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menolak menaikkan tarif air bagi masyarakat. Fauzi tidak mau ada gejolak sosial politik.

Kewajiban Palyja

Tentang pembayaran utang PDAM Jaya kepada Kementerian Keuangan yang disebut oleh Wakil Presiden Direktur Palyja Herawati Prasetyo, Kompas (24/6), menurut Maurits memang sudah menjadi kewajiban Palyja. ”Sebetulnya utang itu tidak sebesar sekarang. Namun, karena Palyja meminta penundaan pembayaran selama lima tahun, maka terkena bunga,” papar Maurits.

Masalah lain, menurut Maurits, sebagai pengawas seharusnya PDAM Jaya berhak tahu pembukuan, mengawasi kualitas air, tekanan, dan debit air. ”Saat ini, kami tidak bisa masuk ke sana. Dan, kalau mendapatkan temuan, harus disetujui dulu oleh Palyja. Ini, kan, aneh,” ujarnya.

Sementara Herawati mengatakan, sebagai operator, Palyja juga tidak mau PDAM merugi. Namun, hingga kini tidak ada yang untung. ”Semuanya rugi. Laba Rp 216 miliar itu hanya di atas kertas yang belum dirasakan Palyja.

”Untuk diperhatikan, Palyja berbeda dengan Aetra karena biaya produksi Palyja jauh lebih besar. Jadi, renegosiasinya tidak bisa disamakan dengan Aetra,” ujar Herawati. (MAM/ARN)



Post Date : 27 Juni 2011