|
[BEKASI] Sekitar 100 truk sampah yang akan masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang terpaksa antre di sepanjang jalan masuk. Hal ini disebabkan karena pengelola TPA, PT Patriot Bangkit Bekasi (PBB) hanya mengoperasikan satu zona pembuangan saja. "Kalau dibuka dua zona, antrean tidak akan sepanjang ini. Paling lama, kita cuma menunggu tiga jam," ujar Soleh, sopir truk sampah yang turut antre, Rabu (4/5). Dia menambahkan, pengoperasian satu zona tersebut dilakukan karena sebagian besar pekerja sedang mogok kerja. Informasi yang diperoleh Pembaruan, para pekerja berada di bawah naungan CV Godang Tua (GT) tersebut menuntut PT PBB membayar uang sewa peralatan yang masih tertunggak. Selain CV GT, PT PBB juga memiliki hutang uang sewa yang harus dibayar kepada PT Harapan Mulya Karya (HMK). "Harapan Mulya Karya dan Godang Tua kan sama-sama subkontraktor dari PT PBB. Kami sangat membutuhkan uang tersebut untuk operasional perusahaan," ucap Kepala Operasional PT HMK, Gutron Siregar, kepada wartawan yang menemuinya, di Bekasi, Rabu (4/5). Dalam sehari, sambungnya, kedua perusahaan itu harus mengeluarkan uang puluhan juta rupiah untuk mengoperasikan berbagai peralatan yang digunakan mengolah sampah. Salah satu pengeluaran terbesar, tuturnya, digunakan untuk mengoperasikan sejumlah alat-alat berat. Akibat kejadian ini, Gufron mengaku cukup kesal dengan PT PBB. Perusahaan yang ditunjuk sebagai satu-satunya perusahaan pengelola TPA Bantar Gebang ini, tutur dia, seharusnya dapat memenuhi kewajibannya. "Kalau mereka enggak nunggak, kan enggak mungkin ada mogok kerja seperti ini," tambahnya. Terkait masalah ini, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Wahyu Priantono, secara terpisah mengaku kecewa dengan Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta. Menurut dia, keterlambatan pembayaran yang dilakukan PT PBB terhadap para pihak terkait pengelolaan sampah di TPA Bantar Gebang, sedikit banyak turut disebabkan oleh pihak DKI. Sebagai pihak yang membuang sampah, tuturnya, Pemprov DKI seharusnya tetap memenuhi kewajiban pembayaran uang jasa meski tidak ada tagihan dari PT PBB. "Kemarin kan mereka mengaku tidak kunjung ditagih oleh PT PBB meski uangnya sudah siap," ucapnya. Wahyu menegaskan, Pemprov DKI seharusnya memenuhi ketentuan yang tertera dalam perjanjian kerja sama dimana pembayaran uang jasa dilakukan pada tanggal 10 setiap bulannya. "Kan sudah jelas aturannya," ucap mantan Ketua Pansus yang khusus menangani TPA Bantar Gebang ini. Dia juga mencurigai ada pembiaran terjadinya korupsi jika melihat banyaknya gejolak yang terjadi terkait belum dibayarnya uang jasa oleh PT PBB kepada para pihak di Bantar Gebang. "Kalau DKI mengaku sudah membayar dan ternyata para pihak yang ada belum menerimanya, ya berarti uang tersebut dikemanakan dulu," tanyanya. Kaji Kembali Sementara itu Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan mengkaji kembali kerja sama dengan PT Patriot Bangkit Bekasi (PBB) selaku pengelola sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Keterangan Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Rama Boedi, menyusul sejumlah masalah terkait pembayaran uang jasa (tipping fee) TPA Bantar Gebang ke Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi yang tertunda. "Kami sudah mentransfer dana tipping fee ke rekening PT PBB sejak Jumat (28/4) lalu. Tapi kok, Pemkot Bekasi masih belum terima bayaran. Kalau begini caranya, kita akan kaji lagi kerja sama dengan PT PBB," kata Rama Boedi, kepada Pembaruan, di Jakarta, Kamis (4/5). Menurut dia, Pemprov DKI sudah membayar lunas tunggakan tipping fee selama lima bulan, terhitung sejak November 2005. Nilai tipping fee yang dibayar masih tetap Rp 52.000 per ton. Setiap bulan, PT PBB menerima pembayaran tipping fee rata-rata berkisar Rp 1,4 miliar dari Pemprov DKI. Boedi mengungkapkan, pihaknya kecewa dengan pernyataan PT PBB bahwa pembayaran tipping fee kepada Pemkot Bekasi tertunda karena Pemprov DKI belum membayar. Apalagi PT PBB beralasan pembayaran tersebut, tertunda akibat Hari Buruh Sedunia. Dia menilai, PT PBB terkesan sengaja menciptakan kesalahpahaman antara Pemprov DKI dan Pemkot Bekasi. "Saya sampai ditelepon orang Pemkot Bekasi dan saya bilang seharusnya mereka mendesak PT PBB karena kami sudah memenuhi kewajiban," ujarnya. Sebelumnya, kalangan DPRD DKI Jakarta sudah meminta Pemprov DKI mengkaji kembali kerja sama dengan PT PBB. Selain tidak professional, PT PBB juga dinilai tidak becus mengelola sampah di TPA Bantar Gebang. Menurut Wakil Ketua Komisi D (Pembangunan) DPRD DKI, Muhayar Rustamuddin, bukti buruknya pengelolaan sampah oleh PT PBB terlihat dari Instalasi Pengolahan Air Sampah (Ipas) yang buruk dan sampah yang terus menggunung di TPA Bantar Gebang. "PBB juga tidak pernah memberikan laporan berkala hasil laboratorium Ipas TPA Bantar Gebang. Belum lagi tunggakan pembayaran kepada Pemkot Bekasi dan kontraktor. Kalau tidak professional, seharusnya kerja samanya digentikan saja," kata Muhayar. [P-11/J-9] Post Date : 05 Mei 2006 |